Senin, 16 Juli 2012

Wrong "When You Know The Truth" (Chapter 1)

Wrong

"When You Know The Truth"

 

Cast:

Tan Hangeng

Park JungSoo (GS)

Choi Eun Joon

Lee Donghae 

Go Ara

Choi Rae Neul

Kim Soo Jung


Authoress: Restia Ningsih

 

 Summary:

Keluarga adalah bagian terpenting dalam hidup ini. Dimana saat sesuatu terjadi pada kita, maka keluargalah yang pertama kali akan mengetahuinya. Keluarga adalah penyemangat dan alasan seseorang tetap hidup dan bertahan dari beratnya beban kehidupan. Namun, bagaimana jika seseorang merasa, kehadirannya tidak pernah diharapkan dalam keluarganya?

.............................................................................................................

Eunjoon POV

Akhirnya aku bisa menghirup udara Seoul lagi. Tadinya aku pikir, aku akan mendekam di asrama yang menyeramkan itu selamanya. Tapi untunglah aku bisa keluar dari sana lebih cepat. Ya, berterimakasihlah pada kecerdasan luar biasa yang dianugrahkan Tuhan padaku.

Dan disinilah aku sekarang, bandara Incheon, menanti siapa saja keluargaku yang akan datang menjemputku. 1 menit, 5 menit, 17 menit, 31 menit. Kemana mereka? Padahal aku sudah mengirimkan e-mail pada kakakku. Memang belum ada balasan, tapi entah kenapa aku yakin dia pasti membcanya. Tadinya aku ingin menelponnya, tapi salahkanlah Ponselnya yang tidak kunjung berhasil kuhubungi.

Baiklah, sudah 1 jam 13 menit aku menunggu disini. Belum ada tanda-tanda siapapun akan datang menjemputku. Kecewa? Tentu saja. Tadinya aku bahkan sudah membayangkan penyambutan mereka atas kepulanganku. Tapi yang kudapat?

'Every single day I try
Jeongmal geoui da wass-eo
We get closer to a good time
Silyeondeul-e Say goodbye
Oh!'

Ponselku berdering, tertera nama kakak pertamaku dilayarnya.
"Yoboseo?".
"Eunjoon~ah, mianhaeyo, oppa tidak bisa menjemputmu. Sekarang kami sedang di Rumah Sakit. Rae Neul masuk rumah sakit tadi sore. Kau bisa pulang sendirikan? Kau masih ingat jalan pulangkan?".
"Ah, ye, tentu saja, aku baru pergi 2 tahun, bagaimana aku bisa lupa".
"Hah, baguslah, aku lega mendengarnya. Nanti kau langsung pulang saja dan istirahat, ne".
"Ne, Oppa....."

'piip'

Belum selesai aku bicara, dia sudah menutup teleponnya, sebegitu sibukkah dia? Sebetulnya, bukan aku tidak berani pulang sendiri, tapi karena aku rindu pada mereka. Tidak bisakah salah satu dari mereka ebjemputku? Apa semua orang menunggui Rae Neul Eoonie di Rumah Sakit? Bahkan Rae Neul Eonnie masih punya Umma dan Appa.
Baiklah, daripada terus mengomel, menghabiskan energi yang kuisi beberapa jam yang lalu di pesawat, lebih baik aku segera pulang, merebahkan diri di ranjang kesayanganku, memeluk Papa Bear Biru Safir ku. Ah, aku makin tidak Sabar.

Eunjoon POV End

Normal POV

Akhirnya Eunjoon sampai dirumah dengan diantar Taxi. Tidak pernah ia bayangkan keluarganya akan membiarkan dirinya pulang sendirian diatas pukul 23.00 dengan menggunakan taxi. Tapi, itulah yang baru saja terjadi. Kondisi rumahnya memang cukup untuk menjelaskan keadaan saat ini. Ya, semua penghuni rumah itu sudah pindah ke Rumah Sakit hanya untuk menemani seorang, ya seorang wanita. Untung Eunjoon masih ingat dimana tempat penyimpanan kunci. Kalau tidak, pasti akan lebih parah lagi. Mungkin dia akan bermalam di rumah Seondam, anjing peliharaannya. Dan jangan lupakan, perutnya yang mungkin sudah kosong kembali sekarang.

"Benar-benar tidak ada orang". komentar Eunjoon begitu masuk dan melihat kondisi rumahnya.

Dia menelusuri setiap sudut rumahnya. Melupakan rasa lelah yang sempat menyerangnya beberapa menit yang lalu. Kerinduannya terhadap rumah ini dan isinya benar-benar menyita rasa lelah Eunjoon. Dia melintas setiap pintu kamar anggota keluarganya dengan perlahan.
Kamar Umma-Appa, Kakak pertama, Kakak Kedua, Adik satu-satunya.

"Apa kalian tidak rindu padaku? Aku rindu kalian, sangat rindu". Ucap Eunjoon lirih, hingga tanpa sadar dia menitikkan cairan bening dari kedua sudut matanya.

Eunjoon tidak bisa lagi melawan rasa lelahnya. Diapun tertidur di sofa ruang tengah, tanpa penerangan sedikitpun. Gelap,,, dan dingin dan sendiri.
 .
.
.
.
.
 .
Ayam di Korea cukup rajin untuk membangunkan setiap jiwa yang masih terlelap dan belum kembali dari alam mimpinya. Termasuk Eunjoon. Masih cukup pagi memang, tapi Eunjoon buru-buru bangun, bahkan terlihat seperti anak yang akan terlambat kesekolah. Mungkin dia sudah terbiasa dengan rutinitas di Amerika.
Sebentar saja, tak sampai satu jam, Eunjoon sudah kembali ke uang tengah dengan tampilan yang lebih bersih. Eunjoon menghela napas sekencang-kencangnya, menyadari belum ada satupun keluarganya yang pulang.

"Apa yang nereka lakukan sekarang? Bergantian menyuapi Rae Neul Eon? lucu sekali". keluh Eunjoon yang kemudian beranjak menuju kamarnya. Memilih untuk menghabiskan waktunya disana, minimal sampai keluarganya kembali.
Tak banyak yang bisa Eunjoon lakukan di kamarnya. Hanya sekedar bermain Game di Laptopnya, atau sekedar membuka jejaring sosialnya, tak menarik menurutnya.

Pandangan Eunjoon tiba-tiba teralih pada sebuah album foto yang sudah lama tidak dilihatnya.

"Eum, album ini. Kenapa muncul lagi.  Aku sudah lama tidak melihatnya. Terakhir saat aku kelas 3 SD". tukas Eunjoon mencoba mengingat-ingat.

Eunjoon mulai membuka album itu perlahan-lahan. Tanpa disadari, senyum kecil tergambar diwajahnya. Masa-masa seperti itulah yang sepertinya ia rindukan.
.
.
.
.
.
.
Menjelang makan siang, akhirnya keluarga yang dinantikan tiba. Tapi sepertinya Eunjoon tidak menyadari kepulangan mereka. Terbukti meski kini mereka sudah berada didalam rumah dengan kegaduhan yang teramat sangat, Eunjoon tak juga menunjukan batang hidungnya.

"Bukankah Eunjoon sudah pulang?". Sang Ibu akhirnya teringat pada putrinya.
"Ah iya, aku lupa mengeceknya". Jawab Donghae, si kakak keduanya.
"Apa sekarang dia dikamar?". Kali ini Ara yang membuka suara.

Tanpa menunggu lagi, Ara segera naik keatas menuju kamar adik keduanya. Begitu dia membuka pintu bercat biru dengan gambar Beruang putih itu, tampak orang yang dimaksud masih terlelap, sangat malas, kira-kira begitulah pemikiran mereka yang berdiri diambang pintu kamar Eunjoon.

"Jam segini dia masih tidur. Apa ini yang dia pelajari di Amerika selama 2 tahun?". Ucap ibunya sedikit kesal.
"Umma, mungkin Eunnie lelah. Perjalanan dari Amerika ke Seoul itu cukup jauh. Lihat, kopenya sudah kosong". Bela Donghae, yang kemudian berjalan kearah lemari Eunjoon.
"Bahkan dia benar-benar sudah merapikan semuanya, pasti dia lelah Umma". Sambung Donghae.
"Iya Umma, lagi pula ini hari pertamanya merasakan kembali tempat tidurnya". Tambah Ara, turut membela adiknya.

Menerima pembelaan yang dilakukan 2 kakak beradik ini untuk anak ketiganya, sang Umma hanya bisa tersenyum.
"Kalian ini, memang kompak sekali". kalimat itu entah berupa pujian atau keluhan, yang pasti sang Umma tersenyum sambil mengatakan itu.

Tak berapa lama, suara anak kecil menusuk gendang telinga mereka. Suaranya kacau, sangat kelihatan anak kecil ini baru saja bangun dari tidurnya. 


"Ummaaaaa.....". anak kecil itu menghampiri ummanya.
"Ne, Chagy, waeyo?". Sang Umma menggendong Putri bungsunya itu.
"Kenapa Soo Jung ditingalkan di mobil?". tanyanya dengan memasang wajah cemberutnya.
"Mianhae chagy, tadi Soo Jung kelihatan nyenyak sekali tidurnya, Umma tidak tega membangunkan. Tapi, di mobilkan cukup nyaman". Jawab Umma.
"Tapi Soo Jung sendirian". Lagi-lagi Bocah mungil ini mempoutkan bibirnya.
"Aish, anak manja, lihat, siapa yang sedang tidur disana? Jangan berisik". Donghae menunjuk kearah Eunjoon.


Seketika saja mata Soo Jung yang tadinya belum terbuka seutuhnya, kini sudah membulat sempurna begitu mata kecilnya menoleh kearah yang ditunjuk Daonghae.


"Eunjoon Eonnie". teriaknya, mengabaikan apa yang baru saja dipesankan Donghae padanya.


Soo Jung buru-buru turun dari gendongan ibunya, dan berlari mendekati kakaknya tercinta yang masih terlelap itu.


"Soo Jung". Panggil Ketiga orang dewasa itu berbarengan.


Dan sayangnya, kerinduan Soo Jung membuat Dia tidak mau mendengarkan panggilan mereka.


"Eonnie, ireona... Eonnie,, ieona palli". Soo Jung membangunkan Eunjoon, sambil menepuk-nepuk  pundak Eunjoon dengan TIDAK PELAN.
Dan, hasilnya, Eunjoon memang terbangun. Siapa yang tidak bangun jika sudah ditepuk, atau lebih tepatnya dipukul sekeras itu.


"Enghhh... Nuguya?,,,". Eunjoon melenguh, mencoba membiasakan diri dengan lingkungan sekitarnya. Menatap satu persatu orang-orang disekelilingnya.

"Ommo, Umma, Eonnie, Oppa.... Kapan kalian pulang?". Tanya Eunjoon terlihat kaget melihat orang-orang yang sudah sejak semalaman ia nantikan kepulangannya.

"Ya! Eonnie, Eonnie tidak menyapaku? Aku yang membangunkan eonnie". untuk kesekian kalinya Soo Jung mempoutkan bibirnya.
"Lebih tepatnya menghajar eonnie, iyakan?". Respon Eunjoon sambil memencet hidung Soo Jung.
"Hehe, Bogoshipoyo Eonnie". Soo Jung dengan seenaknya memeluk Eunjoon dengan sangat erat, sampai-sampai Eunjoon kesulitan bernapas.

"Soo Jung, Eonnie tidak bisa bernapas tuh". Ara mencoba melepaskan Pelukan Soo Jung yang semakin kuat di leher Eunjoon.
"Cepat turun, kita makan dulu. Setelah itu baru kita cerita. Appa kalian pasti sekarang sudah menunggu di meja makan". Ajak Umma pada semua anak-anaknya.

Tanpa ada bantahan, mereka semua menuruti perintah sang Umma.
.
.
.
.
.
 @meja makan

Eunjoon POV

Aku merasa sedikit canggung disini. Sejak pertama aku melihat appa lagi, aku merasa benar-benar canggung. Mungkin ini karena hubungan kami yang tidak pernah dekat sejak dulu, ditambah lagi kami tidak bertemu 2 tahun, aku merasa wajar kalau appa tidak merindukanku. Tapi, setidaknya bolehkan aku berharap appa menanyakan kabarku? Dua tahun aku berpisah darinya, tidakkah dia khawatir?  Kami makan dalam keadaan tenang. Ah, bukan, lebih tepat jika kusebut tegang. Aku bisa melihat semua orang curi-curi pandang satu sama lain. Hm, kapan aku bisa merasakan kehangatan keluarga ini lagi? Seperti saat aku masih 6 tahun dulu.

Usai makan siang, umma mulai membuka pembicaraan.


"Kenapa kau terlambat bangun? Bahkan, tadi itu sudah tidak bisa dikatakan terlambat. Kau bermalas-malasan. Itu yang kau pelajari di Amerika?". Tanya Ummanya penuh emosi.
"Itu, sebenarnya....".
"Sebenarnya apa?". Kata-kata umma yang tiba-tiba memotong, membuat nyaliku semakin ciut.
"Sudahlah, sekarangkan dia sudah bangun kan?". Aku ingin tersenyum ketika mendengar ucapan appa yang seperti sedang membelaku. Tapi, keinginan itu aku urungkan karena umma yang tiba-tiba membantah appa.
"Tidak bisa begitu. Jangan-jangan ini adalah kebiasaannya. Aku mengizinkan dia belajar jauh di Amerika, bukan untuk melihat dia bermalas-malasan seperti itu". Aku benar-benar takut melihat wajah Ummaku sendiri sekarang.
Aku tahu aku salah, tidak seharusnya aku tidur saat jam sudah menunjukan pukul 11.00, tapi, siapa juga yang membuat aku menunggu hingga aku kesulitan tidur dengan nyenyak semalaman. Beberapa menit sekali aku terbangun, mengira mereka sudah pulang. Salah siapa? Ya, pasti salahku, siapa suruh.
"Kenapa diam?". Ucapan Umma sukses membuat aku semakin menunduk. Aku berani taruhan, saudara-saudaraku juga pasti sedang ketakutan sekarang. Bahkan Soo Jung yang cerewet itu juga tidak terdengar suaranya.
"Sudah-sudah, appa harus kekantor sekarang. Istriku, kau juga harus kebutikmu kan, kau sudah terlambat. Ara dan Donghae, pergilah bekerja. Soo Jung ikut appa, biar appa antar kesekolah". Perintah appa.
"Aku hari ini, mungkin tidak masuk kantor, aku harus menemani Rae Neul dirumah sakit". ujar Donghae Oppa meminta izin appa.
"Baiklah, terserah kau saja. Dan kau, Eunjoon, istirahatlah, nanti malam kita bicara lebih banyak". titah appa.
"Iya Appa". sekilas aku menoleh ke ummaku. Tapi dia sedang menatap kearah lain. Ada apa dengan Umma.
.
.
.
.
Rumah ini semakin sepi. Hari sudah semakin sore. Meski perut ini sudah berteriak meminta diisi, tapi aku tidak berniat mencari makanan di dapur. Aku lebih memilih duduk di kursi piano di kamar Ara Eonnie, begini lebih baik, aku bisa mengingat dan merasakan jemari Donghae oppa menuntun jemariku untuk menekan tuts piano, dulu sekali, saat aku baru-baru bisa mandi sendiri.


Aku mengedarkan pandanganku kesekeliling kamar ini. Hatiku terhenyuk, disinilah dulu kami banyak menghabiskan waktu. Bermain musik, melukis abstrak, bahkan bersembunyi. Dan, aku tidak pernah berhasil sembunyi dari Donghae Oppa, dia terlalu pintar. Tanpa sadar aku mengembangkan senyumku.


Dulu, bukan, aku bukan mengenang kisah 2 tahun yang lalu. Tapi aku mengenang kisah masa kecilku. Sebelum masa-masa indah itu hilang. 9 tahun yang lalu. Saat itu, aku benar-benar merasa telah menjadi anak sekaligus adik yang paling bahagia di dunia karena memiliki mereka. Tapi kini semua berubah. Semenjak insiden dokumen yang terbakar 9 tahun yang lalu itu semua berubah. Aku terlalu takut bahkan hanya untuk sekedar mengingat masa itu.


Aku kembali mendundukan diriki di kursi piano, dan memainkan sebuah lagu penuh kenangan. Perlahan-lahan kepalaku menyandar ke sisi datar piano, perlahan-lahan pula akhirnya mataku terpejam dan aku terlelap.


Eunjoon POV End


Normal POV

Keadaan diluar sudah mulai gelap, wajar saja, jam sudah menunjukan pukul 19.30 KST, Eunjoon juga masih tertidur. Entah kelelahan seperti apa yang sedang ia alami, sampai dia tidak bisa merasakan kehadiran seseorag didekatnya. Wanita manis itu kini menyelimuti Eunjoon dengan selimut hijau muda tebal.



"Eonnie ingin memindahkanmu ketempat tidur, tapi kau yang sekarang berbeda dengan kau 9 tahun yang 11 tahun yang lalu, sekarang kau sudah semakin berat". ucap wanita yang tak lain adalah Ara, kakak pertama Eunjoon di dekat telinga Eunjoon.
Eunjoon terlihat sedikit menggeliat. Dan perlahan ia membuka matanya.


"Eonnie... Kau sudah pulang?". tanya Eunjoon dengan polosnya.
"Ah, mianhae, eonnie menggangu tidurmu ya?". Wajah Ara terlihat menunjukan penyesalan.
"Ani, aku sudah lama tertidur. Untung eonnie yang ada disini, bukan umma. Yang lain belum pulangkan?". jawab serta tanya Eunjoon pada eonnienya.
"Ih, kau ini. Belum, mungkin mereka akan pulang agak malam, Soo Jung juga pasti ikut". Ara mncubit pelan lengan Eunjoon, menyalurkan rasa sayangnya.
"Baiklah, eonnie mau istirahatkan? Sebaiknya aku kembali kekamarku". baru Eunjoon mau berdiri, Ara kembali menundukan adiknya itu.
"Ani, sebenarnya eonnie sangat merindukanmu. Apa kau tidak rindu pada eonnie?". tanya Ara.
"Mana mungkin aku tidak rindu pada eonnie". Eunjoon menyamankan posisinya saat ini.
"Ayo ceritakan pengalamanmu 2 tahun di Amerika". pinta Ara.
"Ah, tidak ada yang istimewa. Aku tidak punya waktu untuk bermain keluar".
"Hm, kasihan sekali dongsaeng eonnie". Ara mengusap lembut puncak kepala Eunjoon.
"Eonnie, ..." Eunjoon memberanikan diri bertanya pada kakaknya.
"Wae?".
"Kenapa Umma masih bersikap seperti ini ya? Padahal tadinya aku pikir, 2 tahun kepergianku akan membuat umma sedikit merasa kehilangan, tapi ternyata tidak". mata eunjoon mulai memerah. 
Ara tak sanggup menjawab, ia hanya merengkuh tubuh rapuh adiknya itu.
"Jadi, 2 athun ini aku hanya bermimpi". kecewa Eunjoon pada dirinya sendiri.
"Bukan, bukan begitu, semua pasti akan kembali seperti dulu sayang. saat ini, kita sedang punya banyak masalah. Eonnie yakin setelah masalah ini selesai, kita akan bisa kembali seperti dulu". ucap Ara, menenangkan adiknya.
Tidak menjawab, Eunjoon hanya mempererat pelukan kakaknya itu.
.
.
.
.
Jam kini sudah melemparkan jarum panjangnya ke angka 10 dan jarum pendeknya ke angka 9. Umma, Appa, Donghae dan Soo Jung belum juga pulang. Ini sudah biasa untuk Ara, tapi tidak untuk Eunjoon. Ia begitu khawatir sekarang. Kini mereka duduk berdua sambil menonton tv. Tiba-tiba telepon berbunyi, dengan segera Ara mengankatnya.


"Yoboseo..." jawabnya pelan.
"..."
"Mwo?"
"..."
"Ne, algeuseumnida".
"..."
"Aku akan segera kesana".



Telepon terputus.
Kekhawatiran Eunjoon meningkat 100% melihat ekspresi Ara sekarang. Buru-buru Ara menyambar jaket dan kunci mobilnya.
"Eonnie mau kemana? Ada apa?"
"Kau tunggu dirumah, eonnie mau menjemput Soo Jung. Ingat jangan kemana-mana, tetap disini".
"Tapi....."


Belum sempat Eunjoon menjawab, Ara sudah meninggalkan Eunjoon. Kini tinggallah Eunjoon dengan sejuta kekhawatirannya. Apa yang sebenarnya terjadi, kenapa tiba-tiba ditengah malam seperi ini, eonnienya diminta menjemput Soo Jung. Memang ada apa dengan Appa atau Umma nya?


.
.
.
.
TBC






Tidak ada komentar:

Posting Komentar