Selasa, 24 Juli 2012

[POSTER] Dancing Out With Love




dan




Cast:

Choi Eun Joon as Han Soo Kyu
Cho Kyuhyun as Shim Yoo Hwan
Yesung Kim as Jang Ki Joon
Hyoyeon as Gil Hyo Jin
Uee as Kim Chae Rin
T.O.P as Hwang Yoo Dan
Gikwang as Park Jisung
Nana as Sung Da Som
Leeteuk as Han Soo Han
Zhoumi as Han Soo Chang
Kim So Eun as Jung Yoo Bin
Lee Da Hae as Seo Chae Young
Choi Haki as Ji Woon Nam
DooJoon as Kang Yoon Suk
Choi Rae Neul as Heo Shin Yoo
Kai as Geum Na Hyun
Kim Soo Jung as Shim Bin Woo
Ji Jin Hee as Han Sae Bin




Kamis, 19 Juli 2012

LOVE "not about four words" (Chapter 1)


LOVE
"Not About Four Words"

Pertama-tama saya mau say “mian” aja dulu deh... Kalau-kalau ada readers yang ngerasa karyanya saya ini mirip atau sama dengan sebuah karya lain. Tapi bener deh, ini asli karangan saya sendiri. Ya, kalau temanya rada sama ama karya laen, ya saya minta maaf. Saya kan pemula, diawal-awal boleh dong, entaran saya bakal berusaha lebih baik lagi. Ok... chingudeul... Just read my story and be happy!!




Cast:
v Cho Kyuhyun as Goo Him Jung
v Choi Eun Joon as Nam Cheon Eun
v Choi Rae Neul as Bae Nara
v Song Joong Ki as Uhm Tae Gun
v Baek Do Bin as Nam Hyun Cheon
v Han Chae Young as Min Seo Kang
v YoonA as Nam Cheon Bin
v Suzy as Uhm Jihyun
v Go Ara as Goo Minri
v No Min Woo as Bae Namin
v Lee Sungmin as Anh Jae Wook


Oke. Itu dia para pemainnya. Jadi readers anggap aja ini skenario drama ya, biar dapet gregetnya. Maklum, saya bener-bener terobsesi menjadi sutradara sekaligus Aktris,  hehe. Selamat membaca deh, inget konsepnya, baca, pahami, khayali... happy Reading!!

.................................................................................................................................

Summary: Kehidupan tak akan seindah dan semulus yang kau inginkan. Suatu saat akan ada masalah yang harus kau hadapi. (Begitu aja, summay nya... hahahaha)


................................................................................................................................

“Onjenga bami jinagago ddo bami jinagago ddo bami jina nagiuhki heemihae jyuhdo, onjena nae mameun misojitneun nae nooneun ddunnaji anhgeddago geudael... yeongwonhi...”

Suara merdu itu mengalun mengisi setiap sudut gedung yang dipakai untuk konser Goo Him Jung itu. Terlihat diantara ratusan penggemar, seorang gadis berdiri dengan pasti, terus tersenyum meski dikanan kirinya para gadis lain berteriak keras memanggil nama Goo Him Jung. Begitu pula dengan sang ‘Mega Bintang’, matanya terus tertuju pada gadis itu selama bernyanyi.
.
.
.
“Daebak, luar biasa, aku tidak bisa berkedip saat kau bernyanyi” lapor Gadis tadi saat konser selesai dan kini mereka -Gadis itu dan Him Jung- sudah bertemu di ruang istirahat.
“Benarkah? Hem, kalau begitu aku akan mentraktirmu”. Ucap Him Jung.
“Benarkah? Wah, kalau begitu aku akan rajin-rajin memujimu Oppa”. Balasnya.

Keduanya saling melepas senyum. Tapi tiba-tiba seorang pria berparas tampan dan imut muncul dihadapan mereka.
“Him Jung”. Panggilnya.
“Presdir”. Jawab Him Jung begitu sadar akan kehadiran sang bos besar perusahaan itu.
“Selamat, konsermu tadi benar-benar sukses”.
“Gamsamida”. Ucap Him Jung seraya membungkuk.
“Ah, Nona Nam juga ada disini?
“Seperti biasa, aku harus menungguinya seperti anak TK”. Jawab Eunjoon.

Him Jung memukul dahi Nam Cheon Eun -Gadis itu- pelan, ketiganya tertawa. Cheon Eun balas memukul Him Jung.
“Ah, baiklah kalau begitu. Aku akan pulang duluan ke Seoul”. Tukas Presdir.
“Sekarang?”. Tanya Cheon Eun.
“Iya, ada pertemuan dengan para Investor. Kalian nikmatilah dulu liburan kalian di Osaka”. Pesan Presdir.
“Ne, Presdir, gamsamida”.

Presdir Uhm melambaikan tangannya sebagai jawaban, dan berlalu meninggalkan mereka berdua. Tak lama kemudian mereka juga meninggalkan tempat itu.
.
.
.
Di Mobil.
“Presdir Uhm itu luar biasa ya, masih muda tapi sudah sesukses ini”. Puji Cheon Eun membuka percakapan mereka saat sudah berada didalam mobil.
“Kenapa? Kau menyukainya? Aku juga masih muda dan sudah sukses”. Jawab Him Jung tak mau kalah dari Presdir.
“A, kau cemburu ya, ayo mengaku”. Goda Cheon Eun.
“Siapa yang cemburu?”. Tanya Him Jung.
“A, itu wajahmu seperti kepiting rebus”. Cheon Eun semakin menjadi menggoda kekasihnya ini.
“Kau ini”. Hanya itu respon yang keluar dari mulut Him Jung saking malunya.

Sesaat mereka terdiam.
“Him Jung”. Panggil Cheon Eun pelan.
“Hem apa, Chagi?”. Jawab Him Jung.
”Bagaimana kalau selanjutnya kau konser sendirian saja?”. Usul Cheon Eun perlahan, mendadak nada bicara Yeoja ini berubah.
“Memang selama ini aku selalu melakukkan konser tunggalkan?”. Jawab Him Jung polos.
“Bukan itu maksudku. Tapi, kau jalani konser tanpa aku”. Jelas Cheon Eun dengan  suara sedikit bergetar.

Mendadak Him Jung menghentikan laju mobilnya ditepi jalan.
“Apa maksudmu Chagi?”. Tanya Him Jung pelan.
Cheon Eun tidak menjawab. Hanya diam yang bisa dia lakukan. Entah kenapa bibirnya terasa begitu sulit untuk berucap barang 1 katapun. Yang ada kini, tangannya bergetar, keringatnya mulai keluar. Mendadak wajah Cheon Eun menjadi pucat. Dan, menghadapi situasi seperti ini, jelas saja sang ‘Mega Bintang’ kita sedikit khawatir.
“Cheon Eun, waeyo? Gwaenchana?”. Tanyanya panik.
“...”
“Cheon Eun”.
‘BRUGH’

Akhirnya, Cheon Eun rebah dari pertahanannya alias pingsan. Dengan sigap Him Jung membawa yeoja itu ke RS.
.
.
.

Him Jung benar-benar panik, dan mengutuk dirinya sendiri, karena mengira Cheon Eun seperti ini karena dia bicara keras pada Cheon Eun tadi. Him Jung kemudian menelpon Cheon Bin, kakak Cheon Eun. Beberapa saat kemudian Cheon Bin pun datang dengan wajah sangat-sangat khawatir.
“Him Jung~ah, bagaiana keadaan Cheon Eun?”. Tanya Cheon Bin.
“Dokter masih memeriksanya”. Jawab Him Jung seadanya.
“Padahal aku sudah ingatkkan dia untuk jangan pergi”. Tutur Cheon Bin penuh penyesalan.
“Wae? Memang kenapa?”.
“Cheon Eun belum cerita padamu?”. Tanya Cheon Bin hampir menangis.

Him Jung hanya menggeleng.
“Cheon Eun didiagnosa mengidap kanker hati stadium satu, tapi meski baru stad. 1, Cheon Eun harus menjalani pengobatan serius”. Jelas Cheon Bin.
“Apa? Kanker hati?”. Him Jung tampak sangat terkejut atas penuturan Cheon Bin tadi.
Cheon Bin mengangguk dan meneteskan air mata. Him Jung terduduk lemas, dia mengingat semua ucapan yang dikatakan Cheon Eun sebelum dan sesudah sampai di Osaka.
“Oppa, kau harus traktir aku ya, mungkin aku tidak bisa menemanimu konser lagi”.
“Oppa, kau harus biasakan menyiapkan semuanya sendiri mulai sekarang”.
“Bagaimana kalau selanjutnya, kau jalani konser sendiri saja”.
Ucapan itu bergantian mengisi otak Him Jung. Him Jung sadar, ternyata ini yang dimaksud Cheon Eun. Sesaat kemudian, dokter keluar dari ruangan beraroma obat itu. Serentak Cheon Bin dan Him Jung segera berdiri.
“Dokter bagaimana keadaan adik saya?”. Tanya Cheon Bin.
“Kalian taukan penyakit yang diderita pasien ini?”. Bukan menjawab, sang dokter malah balik bertanya.
“Ya Dokter”. Jawab Cheon Bin singkat.
“Nona ini harus segera menjalani perawatan. Aat ini keadaanya sudah lebih baik, tapi jika dibiarkan, takutnya sel kanker akan semakin cepat menyebar”. Jelas Dokter.
“Baiklah Dokter, terimakasih” jawab Cheon Bin kemudian.

Dokter itu segera meninggalkan tempat itu. Sementara Cheon Bin segera masuk ke kamar Cheon Eun disusul Him Jung dibelakangnya.
“Yeodongsaeng, gwaenchanayo?”. Cheon Bin melontarkan sebuah pertanyaan yang jelas pasti tidak bisa dijawab oleh yang ditanya.
“Cheon Bin, Cheon Eun akan baik-baik saja kan? Kau Dokter, kau pasti bisa menyelamatkannyakan?”. Ucap Him Jung sambil terisak.
Tampak sekali Him Jung sudah berjam-jam menahan air mata itu, dan kini ia tumpahkan dihadapan Nam bersaudara.
“Aku Dokter kandungan Him Jung, aku tidak mengerti tentang ini. Kalau aku tahu akan seperti ini jadinya, aku tidak ingin menjadi dokter kandungan, aku ingin menjadi dokter spesialis kanker saja”. Jawab Cheon Bin , dengan nada dan ekspresi tak kalah sedih dari Him Jung.
.
.
.
Ayah dan Ibu Cheon Eun sudah berada di Osaka. Him Jung yang baru saja kembali ke RS dari membeli makanan terlihat kagetakan kehadiran orang tua Cheon Eun.
“Him Jung, kami akan membawa Cheon Eun ke Australia. Jujur, kami baru tahu kabar tentang keadaan Cheon Eun sekarang, dan kami rasa akan lebih baik jika sejak dini Cheon Eun menjalani pengobatannya disana”. Ucap tuan Nam.
Him Jung hanya diam saja mendengar calon mertuanya itu. Sampai beberapa saat dia belum bisa membuka suara. Him Jung mulai menunjukkan ekspresi kaget saat kedua bola matanya menatap sosok perawat yang keluar dari ruangan Cheo Eun dengan membawa Cheon Eun yang kini belum sadar menuju mobil orang tua Cheon Eun. Him Jung bingung, dia Syok, kaget, namun masih tidak mampu melakukan apapun selain diam. Bahkan hingga mobil yang membawa sosok tak sadarkan diri itu menghilang dikejauhan, Him Jung hanya bisa menatap dengan pandangan mengabur karena air mata. Jelas ini akan menjadi ladang keberuntungan untuk para paparazzi.
.
.
.
.
.
 Keesokan harinya, sepanjang jalan Seoul dipenuhi surat kabar dengan judul berbeda-beda namun satu tujuan. Mulai dari “Cinderella Him Jung dilarikan ke RS”, “Kekasih bintang Hallyu Goo Him Jung meninggalkan Korea”, Songwriter Top Management jatuh sakit”, hingga “ Goo Him Jung ditinggalkan Sang  Kekasih”. Artikel ini cukup mengagetkan semua staf di Top Management. Seorang wanita muda terlihat membanting sebuah surat kabar dengan wajah kesal.
“Hem, ada apa dengan wartawan-wartawan ini? Berita apa ini?”. Omel Minri dihadapan karyawan-karyawan yang lain.
Melihat ulah kakak Goo Him Jung ini, karyawan karyawan yang lain hanya bisa geleng-geleng kepala. Tak lama kemudian, Presdir Uhm masuk dan mlihat beberapa surat kabar berserakan di meja Manager Goo.
“Ada apa?”. Tanyanya penuh wibawa.
“Lihatlah Presdir, paparazzi semakin merajalela”. Lapor Minri pada Boss sekaligus sahabatnya itu seraya menyerahkan sebuah surat kabar ketangan Presdir.
Presdir Uhm mulai membaca artikel pada surat kabar tersebut.
“Apa yang terjadi dengan Cheon Eun?”. Tanyanya sangat panik.
“Presdir, mungkin saja ini hanya kesalahpahaman wartawan”. Minri bermaksud menenangkan Presdir.
“Manager Goo, apa kau tidak bisa membedakan mana yang serius dan mana yang hanya sebuah sensasi?”. Tanya Presdir sedikit keras.
Manager Goo kembali membaca artikel itu, dahinya sedikit berkerut dan barulah dia mengangguk-angguk kecil saat dirasa apa yang dicemaskan Presdir itu memang benar.
“Dimana Him Jung sekarang?”. Tanya Presdir kemudian.
“Waktu aku berangkat tadi,dia masih dikamarnya”. Jawab Minri perlahan.
“Aku akan kesana”. Ucap Presdir dan berlalu meninggalkan kantor.
.
.
.
Di RS Australia
Cheon Eun sudah sadar, namun masih terbaring ditempat tidurnya.
“Hem, putri ibu sudah bangun”. Sapa Ny. Nam.
“Umma, mana Eonnie?”. Tanya Cheon Eun pelan sekali, tapi masih cukup tertangkap oleh indera pendengar sang Umma.
“Eonnie mu belum kemari, dia masih dirumah”. Jawab sang Umma dengan lembut.
Cheon Eun mencoba untuk duduk.
“Eh, berbaring saja, kau masih terlalu lemah untuk duduk”. Larang Umma.
Cheon Eun menuruti perintah ibunya dan kembali berbaring. Selang beberapa saat kemudian sang Kakak yang ditunggu Cheon Eun pun datang.
“Annyeong”. Sapa gadis 23 tahun itu dengan wajah berseri-seri.
Sempat terpikir di benak Cheon Eun, bagaimana bisa eonnienya ini tersenyum disaat dongsaengnya sedang dikejar maut. Tapi. Pada akhirnya Cheon Eun mengerti ini adalah bentuk penyemangat untuk dirinya sendiri. Ya, beruntung sekali Cheon Eun memiliki Eonnie seperti Cheon Bin.
“Kau kelihatan bahagia sekali eonnie?”. Tanya Cheon Eun dengan suara yang sangat pelan.
“Tentu saja, karena dokter bilang, Rabu ini kau sudah boleh pulang kerumah”. Ucap Cheon Bin senang.
“Jeongmalyo?”. Cheon Eun tak bisa menyembunyikan raut bahagianya.
“Ne. Tapi kau harus tetap rajin Check Up”. Jawab Cheon Bin pada dongsaeng kesayangannya itu.
“Mana Appa mu?”. Ny. Nam membuat pertanyaan baru untuk Cheon Bin yang kini duduk disebelah ranjang Cheon Eun.
“Appa masih di Ruangan Dokter Umma”. Jawab Cheon Bin.
“Kalau begitu, Umma mau menyusul Appa mu dulu ya. Cheon Bin, jaga adikmu”. Pesan Ny. Nam sebelum meninggalkan kedua putrinya.
“Siap Umma”. Jawab Cheon Bin sangat bersemangat.
Nyonya Nam pun meninggalkan kedua putrinya dan pergi menyusul suaminya ke ruang dokter.
Sementara dikamar Cheon Eun...
“Eonnie”. Cheon Eun mulai membuka suara.
“Ya?”. Respon yang sangat menggelikan bagi Cheon Eun, mengingat eonninya yang satu ini agak jarang bersikap manis seperti ini.
“Apa ada kabar dari Him Jung?”. Tanyanya agak sedih.
Pertanyaan Cheon Eun sukses membuat  Cheon Bin terdiam. Kemudian dia berjalan mendekati dongsaeng kesayangannya itu.
“Cheon Eun, dengarkan eonnie ya. Pengobatan mu tidak mungkin bisa selesai hanya dalam hitungan hari atau bulan. Dan eonnie tau akan semakin sulit jika kau dan Him Jung terus bersama”. Terang Cheon Bin.
“Eonnie salah, justru berada didekat Him Jung adalah obat tersendiri untukku”. Bantah Cheon Eun.
Cheon Bin mengusap lembut rambut Cheon Eun, mencoba memberikan pengertian pada malaikat kecil keluarganya itu.
“Tolong kali ini, berpikir secara logis. Apa kau siap melihat Him Jung berurai air mata setiap hari? Itu yang kami pikirkan Cheon Eun. Selain itu, jika kalian sering bertemu, pertama, eonnie yakin pengobatanmu tidak akan efektif. Dan yang kedua, karir Him Jung juga akan terganggu, karena melihat cinta kalian, mustahil Him Jung akan membiarkan mu di RS tanpa dirinya”. Cheon Bin memberi penjelasan sejelas-jelasnya pada Cheon Eun yang terlihat sedikit tidak setuju pada pendapat keluarganya.
“Tapi Him Jung pasti kesulitan tanpa aku, mereka semua di TOP entertainment juga”. Ucap Cheon Eun.
“Karena itu, fokuslah pada pengobatanmu dulu. Semakin kau fokus, akan semakin cepat prosesnya, dan semakin cepat pula penyembuhanmu. Setelah itu, kau bisa kembali, dan berkumpul lagi dengan mereka semua”. Jawab Cheon Bin bijak.
“Arraseo”. Jawab Cheon Eun lemah.
“Berharaplah, ada pendonor hati untukmu Cheon Eun. Dengan begitu, peluang mu untuk bertahan lebih besar”. Cheon Bin memeluk tubuh rapuh dongsaengnya, dan tanpa disadari Cheon Eun, dia menitikan air mata kepedihan.
.
.
.
Di Rumah Goo Him Jung.
Sebuah mobil baru saja sampai didepan rumah Keluarga Goo. Dan pengendaranya terlihat terburu-buru masuk kedalam rumah tersebut. Presdir Uhm, ya, seseorang itu adalah sang Presdir muda perusahaan agency TOPEntertainment, memang sudah terbiasa seperti ini, keluar masuk rumah artisnya, sesuka hatinya. Tapi hal ini hanya ia lakukan pada Goo Him Jung, mengingat Presdir adalah sahabat Him Jung dan Minri sejak masa sekolah.
“Him Jung... Him Jung...”. teriaknya.
Meskipun teriakannya sudah membahana kesetiap sudut ruangan, namun yang dipanggil tak juga menunjukan batang hidungnya. Hingga akhirnya Presdir memutuskan untuk langsung masuk kekamarnya. Betapa kagetnya ia, saat melihat keadaan kamar Him Jung, yang bisa dikatakan lebih parah dari kondisi ‘TITANIC’ saat dihempas gelombang.  Botol minuman berserakan dilantai, pecahan kaca dimana-mana, sementara sang pemilik kamar terbaring diantara semua itu.
“Him Jung, Goo Him Jung bangunlah”. Pinta Presdir sambil menggerak-gerakkan tubuh pria berambut ikal itu.
Perlahan Him Jung membuka mata mabuknya, kemudian tersenyum, persis seperti orang yang sudah kehilangan kewarasannya.
“Tae Gun”. Ucapnya sambil memamerkan gigi putihnya.
“Tidak sopan”. Respon tegas dari Presdir membuat Him Jung mendudukkan dirinya.
“Hei,  ini rumahku, aku berhak memanggil siapapun sesuka hatiku”. Him Jung meracau dengan keras.
“Cepat cuci wajah mu, kalau media tahu, habislah kau”. Presdir mencoba membantu Him Jung berdiri, namun ditepis oleh Him Jung.
“Biakan saja, biarkan media tahu, denagn begitu Cheon Eun akan tahu keadaanku. Dia akan tahu, kalau aku tidak bisa hidup tanpanya”. Kali ini ucapan Him Jung terdengar sangat menyedihkan.
“Ada apa dengan Cheon Eun?”. Tanya Presdir pura-pura tidak tahu.
Him Jung menatap nanar sosok namja yang sudah dianggapnya kakak selama ini.
“Kau tidak tahu?”. Tanya Him Jung.
Presdir hanya menjawab dengan sebuah gelengan. Bagaimana mungkin presdir tidak tahu. Bahkan dia sendiri yang menanyakan keadaan Cheon Eun pada Tn. Nam.
“Apa kanker hati bisa membunuh orang Tae Gun? Apa bisa?”. Tanyanya perlahan.
“Tentu saja”. Jawab Presdir tanpa berpikir panjang.
Entah apa yang dipikirkan Namja ini, sampai-sampai memberi jawaban sepahit itu. Dan beruntungnya, Him Jung tidak mempermasalahkan jawaban Presdir.
“Apa jahat jika aku berharap Cheon Eun ada disini?”. Tanya Him Jung semakin sedih.
“Him Jung,,,” presdir menahan ucapannya, kemudian mengubah nada bicaranya.
“Hah, sudahlah masih stadium awalkan? Cheon Eun pasti akan baik-baik saja, percayalah. Lagi pula kalu kau cemas, kenapa kau ada disini? Seharusnya kau disana, menemaninya”. Presdir mencoba mengubah suasana.
“Tae Gun, keluarganya melarangku menemuinya. Mereka bilang ini demi kebaikan kami berdua. Tapi aku merindukannya, aku tidak bisa hidup tanpa dia Tae Gun. Apa yang harus aku lakukan?”. Jawab serta tanya Namja 20 tahun itu.
Tae Gun menarik napas dalam-dalam. Dia sangat mengerti bagaimana perasaan Him Jung saat ini. Tentu saja, jangan lupakan status mereka yang masih sama sejak sebelum menjadi mitra hingga menjadi mitra seperti saat ini. Sahabat. Ya, mereka adalah sahabat karib sejak dulu. Dan presdir juga sangat tahu bagaimana perjuangan cinta Him Jung dan Cheon Eun.
Akhirnya presdir memutuskan meninggalkan namja di rumah itu sendirian. Sepertinya begitu lebih baik. Begitu sampai didalam mobil, presdir terlihat menelpon seseorang.
“Pesankan tiket ke Australi sekarang. Dan rahasiakan penerbanganku”. Pesan Presdir pada salah satu anak buahnya melalui telepon.
.
.
.
Di Rumah Sakit.
”Cheon Eun, minum dulu obatmu”. Pinta Tn. Nam apad putri bungsunya itu.
“Pahit sekali Appa”. Keluh Cheon Eun.
“Semua obat itu pahit”. Cheon Bin memukul kepala adiknya pelan.
“Eonnie, kau menganiaya pasien”. Ujar Cheon Eun.
“Kalau pasiennya sepertimu, dunia mengizinkan”. Jawab Cheon Bin santai.
“Huh”. Cibir Cheon Eun.
“Cheon Bin, kau tidak praktek hari ini?”. Tanya sang Umma pada Si Sulung keluarga Nam itu.
Ya, cukup rumit memang rute yang harus dilewati Cheon Bin beberapa hari ini. Awalnya dia di Australi, lalu pulang ke Seoul karena mendapat kabar tentang penyakit Cheon Eun. Setelah beberapa hari, dia kembali ke Ausi, tapi kemudian dia kembali ke Seoul, karena sakit Cheon Eun kambuh. Barulah akhirnya dia kembali ke Ausi sekaligus untuk pengobatan Cheon Eun. Ya, semuanya memang demi Cheon Eun, dongsaeng satu-satunya yang sangat ia sayangi.
“Nde Umma, hari ini aku akan ikut membawa pulang anak manja ini”. Jawab Cheon Bin.
“Nugu?”. Tanya Cheon Eun polos.
“Tentu saja kau”. Jawab Cheon Bin lagi.
Cheon Eun hanya bisa mendengus kesal mendengar jawaban eonnienya itu.
“Ingat ya, minggu depan kau akan menjalani pencangkokan hati. Jadi kau harus jaga kesehatanmu baik-baik”. Pesan Tn. Nam.
“Arraseo, Appa”. Jawab Cheon Eun.
“Baiklah, Appa dan Umma akan menemui dokter dulu. Cheon Bin, selesaikan beres-beresnya”. Perintah Ny. Nam.
“Ne, Umma”. Cheon Bin menganggukkan kepalanya.
Tak berapa lama Appa dan Umma mereka pergi, seseorang dengan tubuh tegap dan kulit putih masu kekamar Cheon Eun dan membuat Cheon Eun kaget.

.
.
.
.
.
.
.
TBC

Comment Please^^ 

@RNNS_9392

I LOVE U, Doct! (Chapter 3)



Cast:
Choi Eun Joon as Shin Jae Sun
Cho Kyuhyun as Kim Shi Yoon
Park Shi Hoo as Kim Jisun
Im Joo Hwan as Han Jook Dong
Kim Hyun Joong as Song Seh Joo

and other.


Authoress: Restia Ningsih

This is a Little Scenario. (Maybe?)

Just Read No Bash.

 

Sumarry: Cinta adalah tentang saling percaya satu sama lain. (Summary apaan ini?? haha #AuthorGeje)

......................................................................................................................................................................

 
“Aku tidak menyangka, Dr. Na seperti itu?”. komentar Jaesun membuat emosi Pasien Han mereda sedikit.
“Aku tidak menyalahkan Dr. Na sepenuhnya”. ucapnya.
“Apa?”. Jaesun terlihat agak bingung.
“Sebenarnya, sedikit banyak dia sudah menjagaku”. ujar Pasien Han.
“Suntikan yang diberikan padaku, seharusnya obat-obatan keras. Begitu perintah Jisun. Tapi dia menggantinya dengan Vitamin C, karena dia tidak tega padaku.” sejenak suasana menjadi hening. Jaesun ingin mendengar lebih banyak lagi.
“Aku juga tau, Dia melakukan ini  terpaksa karena dia mendapat ancaman dari Jisun”. tambah Pasien Han.
“Keterlaluan”. Jaesun menahan kesalnya.
“Diatap gedung itu ada rekaman cctv, tapi Dr, Na mengaku pada polisi bahwa di tempat itu tidak ada cctv. Dan sekarang cctv itu ada ditangan Presdir Kim. Karena itulah aku minta bantuanmu, untuk mendapatkan rekaman 6 tahun yang lalu itu”. jelas Pasien Han.
“Tapi dimana dia menyimpannya?”. tanya Jaesun ragu.
“Di Kantornya”. Tiba-tiba sebuah suara menjawab pertanyaan Jaesun.
“Dr. Na”. Jaesun dan Pasien Han terkejut melihat Dr. Na yang sudah berdiri di dekat pintu.
“Aku lelah menutupi ini semua, sekarang, apapun yang kau butuhkan kau bisa tanya padaku Dr. Shin”. ucap Dr. Na.

Ekspresi antusias terpancar diwajah mereka bertiga.

“Bagus, jadi ini missi rahasia kita”. ucap Pasien Han dengan sangat bersemangat.

***

“Dokter selamat siang, aku sakit, bisa tolong obati aku?”. tanya Kim Shi Yoon yang menutupi wajahnya dengan bunga.
“Shi Yoon”. Panggil Jaesun.
“Mau makan siang bersama?”. tanya polisi muda itu.
“Maaf aku ada urusan penting, lain kali saja ya”. jawab Jaesun yang langsung pergi dari hadapan Shiyoon tanpa menerima bunga dari Shiyoon.
“Urusan penting?”. Shiyoon tampak kecewa.
“Nanti ku telpon, ok”. Jaesun semakin jauh.
“Setidaknya kau terima bunga ini, Jae,,,”. Ucap Shiyoon lirih.

***

Di Kantor Presdir Kim.
“Tuan Presdir, seseorang ingin bertemu dengan anda”. lapor sekretaris Presdir Kim.
“Siapa? Aku sedang sibuk”. balas Presdir dingin.
“Aku Presdir Kim. Dr. Shin Jae Sun dari RSJ Seoul”. tiba-tiba Jaesun langsung masuk keruangan itu.
“Oh, silakan duduk. Untuk apa Dr. mencariku?”. tanya Presdir Kim seramah mungkin.
“Tidak, aku hanya ingin menyampaikan pesan dari Pasien ku, mungkin kau kenal? Han Jook Dong?”. tanya Jaesun sehati-hati mungkin.
“Oh, Han Jook Dong, ya aku mengenalnya, dia adalah kakak dari mantan kekasihku. Kasihan sekali dia. Ada apa dengannya?’. tanya Presdir dengan santainya, seperti tidak ada rasa penyesalan dikata-katanya.
“Dia ingin sekali bertemu denganmu, itu yang dia katakan padaku”. jawab Jaesun.
“Benarkah?”.
“Ya, em……….” Belum sempat Jaesun menyelesaikan ucapannya, pintu sudah terbuka lagi, menampakan sosok sang sekretaris di baliknya.
“Maaf Presdir, seseorang menunggu anda di loby, sekarang, katanya penting”. lapornya.
“Maaf Dr. Shin, boleh aku permisi sebentar?”. tanyanya pada Jaesun.
“Oh, silakan Presdir Kim, silakan”. jawab Jaesun.

Jisunpun segera meninggalkan ruangan itu, menuju lobi. Dan kesempatan itu tidak disia-siakan Jaesun. Inilah rencana Trio RSJ itu. Dengan cepat Jaesun membuka semua tempat penyimpanan, mencari sebuah kebenaran dalam bentuk rekaman. Saksi bisu namun mematikan atas kejadian 6 tahun yang lau. Ternyata mencari benda kecil diruangan itu tidak semudah pikirannya.

Sementara itu di lobi.

“Nona Yoon, dimana orang yang ingin bertemu denganku?” tanya Presdir.
“Maf Presdir, tidak ada yang mencari anda disini”. jawab Nona itu dengan tenang.
“Apa?… Sial”…. Sepertinya Presdir Kim menyadari sesuatu. Ini adalah jebakan…. Sesegera mungkin dia kembali keruangannya.

“Dapat”. akhirnya Jaesun menemukannya.

Suara itu keluar, tetap saat Presdir Kim sampai kembali diruangannya.

“Letakkan!”. perintah Presdir dengan suara kasar, saat melihat sebuah rekaman, berdiri indah di telapak tangan Dr. Jaesun.

“Memangnya ada apa dengan rekaman ini?”. tanya Jaesun tenang.
“Jangan pura-pura tidak tahu, berani menyentuhnya, berarti kau tahu isinya”. jawab Presdir Kim ketus.
“Kau memang pintar Presdir, tapi aku tidak habis pikir, kenapa kau tega menyakiti orang lain, dan menjadikan orang lain kambing hitam mu. Kau memang pintar, tapi kau tidak punya kehormatan”. Balas Jaesun.
“Apa maksudmu? Berikan rekaman itu!” tanya Presdir Kim sedikit tersinggung.
“Apa semudah itu? Karena rekaman ini, sesorang harus mendekam di RSJ padahal dia tidak gila, karena rekaman ini arwah seseorang tidak tenang, dan karena rekaman ini juga kebenaran terkubur. Benarkan?” tanya Jae dengan tegas.
“Berikan padaku!”. Paksa Presdir Kim.

Jaesun mengelakkan rekaman itu dari jangkauan tangan Presdir Kim.

“Berikan aku bilang!”. teriak Presdir.

Mereka terus berebutan, sampai tanpa sadar mereka sudah keluar dari ruangan dan menuju anak tangga. Saat ingin merebut rekaman itu, tanpa sengaja Presdir Kim terpeleset dan jatuh dari lantai atas (dari ruangannya). Jaesun benar-benar kaget akan hal itu. Semua orang disekitarnya, otomatis menyangka Presdir Kim telah didorong oleh Jaesun.

***

Di Kantor Polisi.

“Kenapa kau mendorong Presdir Kim?”. tanya salah satu polisi yang duduk dihadapan Jaesun yang kini tengah duduk dengan wajah sedikit pucat.
“Sungguh Pak, aku tidak mendorongnya, dia jatuh sendiri”. Tegas Jaesun pada polisi itu.
“Apa dengan banyaknya saksi di TKP, kau berpikir aku akan mempercayaimu?”. tanya polisi itu dengan sangat menyebalkan.
“Permisi Pak, maaf aku telambat. Aku baru saja dar……………. Jaesun?”. seorang polisi yang tidak lain adalah Kim Shi Yoon dan notabene adalah kekasih Jaesun, tiba-tiba masuk keruangan itu, dan terkejut melihat Jaesun duduk di kursi interogasi.

Berbeda dengan Shiyoon, Jaesun tampak lebih tenang, agaknya dia sudah memperkirakan kalau dia akan bertemu dengan Shiyoon disini.

“Inspektur Kim kenal nona ini?”. tanya petugas yang mengintrogasi Jaesun.
“Ada apa dengannya?”. Tanya Shiyoon.
“Gadis ini menjadi tersangka atas kecelakaan yang terjadi di kantor Presdir Kim”. jawab Petugas itu.
“Apa??? Tidak mungkin tuan”. Shiyoon seperti terkena sambaran petir disiang bolong mendengar penuturan dari petugas itu.
“Semua orang disana memiliki pengakuan yang sama Inspektur”. jawab petugas.
“Aku ingin bicara berdua dengannya”. Pinta Shiyoon.

Tanpa diminta dua kali, mereka (Jaesun dan Shiyoon) pun ditinggalkan berdua diruangan itu.

“Ada apa ini, benarkah kau yang melakukannya”. tanya Shiyoon dengan suara sedikit bergetar.
“Shiyoon percayalah padaku, ini hanya salah paham”. tutur Jaesun dengan suara yang juga bergetar.
“Tapi semua orang melihatnya”. ujar Shiyoon.
“Tidak Shiyoon, kau bisa tanyakan sendiri pada Presdir Kim, dia jatuh sendiri”. jawab Jaesun.
“Cukup! Bagaimana caraku bertanya padanya, saat ini dia kritis, KRITIS Jaesun”. kini Shiyoon sedikit berteriak dengan penekanan diakhir ucapannya.

Mendengar teriakkan Shiyoon, beberapa petugas kembali masuk, melihat kalau-kalau Shiyoon lepas kendali. Salah satunya, membawa pesan dari RS.

“Inspektur Kim, anda diminta ke rumah sakit sekarang. Presdir Kim harus segera dioperasi, dan itu membutuhkan persetujuan dari keluarga”. lapor Seorang petugas pada Shiyoon.
“baik, masalah dia aku serahkan pada kalian”. ucap Shiyoon dingin. Lalu meninggalkan tempat itu.
“Keluarga?”. tanya Jaesun meski kecil tetapi masih bisa didengar oleh petugas.
“Ya, orang yang kau celakai itu, adalah kakak kandung Inspektur Kim”. jawab Petugas dengan ketus.
“Apa……”. seakan mendapat hantaman batu besar,,, wajah Jaesun tang tadinya pucat kini semakin pucat. Dia benar-benar tidak tau harus bagaimana.
“Kakak???????”. ucap Jaesun lirih sebelum akhirnya dia jatuh tak sadarkan diri.
Di Rumah Sakit.

“Kakak….”. Sohwa menghambur kepelukkan Shiyoon dambil menangis.
“Tenanglah Sohwa! Kak Jisun akan baik-baik saja”. ujar Shiyoon menguatkan adiknya.
“Dokter”. panggil Shiyoon saat dia melihat seorang dokter keluar sebentar dari ruang operasi.
“Saat ini, Tn. Kim sedang berjuang melewati masa kritisnya”. hanya itu yang diucapkan dokter itu, sebelum ia masuk lagi kedalam.
“Kakak…….”. Sohwa tampak semakin takut dan menyandarkan kepalanya ke tubuh Shiyoon.

Shiyoon meusap kepala Sohwa dengan sayang.

***

Di Kantor Polisi.

“Dr. Shin”. Panggil seseorang dari arah belakang Jaesun.
“Dr. Na”. balas Jae begitu mendapati sosok Dr. Na di belakangnya.
“Bagaimana keadaanmu?”. tanya Dr. Na.
“Huh, buruk. Aku baru tau kalau Presdir Kim itu adalah Kakak Shiyoon”. Sesal Jaesun.
“Benarkah? Lalu bagaimana? Bukankah Polisi Kim adalah kekasihmu?”. tanyanya lagi dengan nada sangat terkejut.
“Pasti sekarang dia sangat membenciku”. ujar Jae pasrah.
“Tapi kau tidak bersalah”. balas Dr. Na.
“Semuanya mengarah padaku, Dokter. 1-1 nya hal yang bisa menyelamatkan aku hanyalah presdir Kim. Tapi kalau dia tidak kunjung sadar atau bahkan tidak selamat, maka aku akan dipenjara, bahkan mungkin dihukum mati”. Kekecewaan benar-benar tergambar jelas di wajah Dr. Shin.
“Tunggu Dr. Shin, bagaimana drngan rekamannya?”. tanya Dr. Na.
“Huhhh, percuma,,, kaset itu hancur. Terbawa jatuh oleh Presdir Kim”. jawab Jae.
“Ya Tuhan, lalu bagaimana ini?”. keluh Dr. Na.
“Sampaikan saja permintaan maafku pada Jook Dong”. Ucap Jae pelan.
“Dr. Shin”. sela Dr. Na.
“Aku harus siap untuk semua keputusan”. ucap Jaesun dengan nada penuh putus asa.

***

Di RSJ Seoul.

“Dr. Na, bagaimana?”. tanya Jook Dong yang pasti sudah mendengar kabar yang menimpa Jaesun.
“Celaka, rekamannya hancur, dan presdir Kim belum melewati masa kritisnya”. jawab Dr. Na.
“Kalau begini, Dr. Shin dalam bahaya”. lanjutnya.
“Ini semua salahku, kalau aku tidak memintanya membantuku, pasti ia tidak dalam masalah seperti ini”. sesal Jook Dong.
“Jook Dong, kau tahu? Polisi Kim, kekasih Dr. Shin, ternyata adalah adik kandung Presdir Kim”. lapor Dr. Na.
“Apaa?”. bahkan Jook Dong sendiripun baru mengetahui hal ini.
“Ya, benar. Pasti itu yang paling membuatnya terluka. Dibenci oleh Kekasihnya sendiri”. analisa Dr. Na.
“Aku akan pergi kesana”. ujar Jook Dong.
“Siapa yang akan percaya ucapan pasien RSJ?”. tanya Dr. Na seolah menyadarkan Jook Dong bahwa itu mustahil.
“Lalu kita harud bagaimana?”. tanya Jook Dong.
“Dr. Shin bilang, kita harus siap untuk semua keputusan yang akan dijatuhkan padanya”. jawab Dr. Na.
“Tidak Dr. Na, ini gila”. komentar Jook Dong sambil meremas rambutnya sendiri.

***

Di Kantor Polisi.

“Jaesun”. panggil seseorang.
“Kakak..”. Dr. Shin segera menghambur kepelukan pria yang tak lain adalah sepupunya, Pengacara Lee, dambil menangis tertahan.
“Sudah, tidak apa-apa, aku disini”. jawab Pengacara Lee menenangkan Jaesun.
“Kakak, bukan aku yang melakuykannya”. lapor Jaesun begitu dia melepaskan pelukannya.
“Ya, aku Percaya. Kau tidak mungkin melakukkan hal seperti itu”. balas Pengacara Lee.
“Kau akan segera menjalani sidang. Apa kau siap?”. tanya Pengacara Lee.
“Aku tidak tahu kak”. jawab Jae pelan, sangat pelan namun masih bisa ditangkap oleh indera pendengaran Pengacara Lee.
“Apa kau punya sesuatu yang bisa membelamu?”. tanya nya lagi.
“Apa?… Huh… Yang tahu kebenarannya adalah pasien RSJ, apa mereka bisa mempercayainya? Satu-satunya bukti sudah hancur”. tanya Jae Ragu.
“Bukti?”. tanya Pengacara Lee.
“Ya, Bukti kejahatan Presdir Kim Jisun 6 tahun yang lalu”. terang Jaesun.

Pengacara Lee tampak berpikir keras karena hal ini.

***

Di RS.

“Kak, kapan sidangnya?”. tanya Sohwa, yang sedang menunggui Jisun bersama Shiyoon.
“Siang ini”. jawab Shiyoon.
“Kak, menurut kabar yang beredar, pelakunya adalah…….”.
“Sudahlah Sohwa, tolong jangan bahas itu”. Shiyoon menyela ucapan adiknya.

Sohwa hanya bisa terdiam  karena ucapan kakaknya tadi.
Sementara dalam hati Shiyoon, dia bertanya-tanya, “Apa benar dia melakukan semua ini? Apa masalahnya dengan kakak? Kakak, cepatlah sadar dan ceritakan semuanya padaku”.
.
.
.
.
.
TBC

Give me comment please... ^^

I LOVE U, Doct! (Chapter 4 End)





Cast:
Choi Eun Joon as Shin Jae Sun
Cho Kyuhyun as Kim Shi Yoon
Park Shi Hoo as Kim Jisun
Im Joo Hwan as Han Jook Dong
Kim Hyun Joong as Song Seh Joo

and other.

Author: Restia Ningsih

This is a Little Scenario. (Maybe?)

Just Read No Bash.

  
Summary: Cinta adalah tentang Saling Percaya satu sama lain. (Summary apaan ini?? haha #AuthorGeje)

.......................................................................................................................................................................

Sidang pun dimulai, ruangan yang digunakan untuk sidang sudah mulai penuh. Dalam sidang itu, Jaesun benar-benar  tidak bisa berbuat apapun. Tidak ada satupun yang bisa menolongnya.

“Dengan ini, Saudari Shin Jae Sun dijatuhi hukuman penjara. Sidang akan dilanjutkan, setelah Kim Jisun sadar”. begitulah keputusan Hakim pada sidang hari itu.

Saat vonis sementara dijatuhkan, Jaesun tampak melirik kearah Shiyoon sebentar. Sedangkan Shiyoon justru memalingkan wajahnyayang tampak basah karena air mata.
Namun, saat Jaesun bermaksud meninggalkan ruang sidang, Shiyoon mencegahnya, dan mulai bicara pada Jaesun, bukan empat mata, karena masih ada cukup banyak orang disana.

“Kenapa?”. tanya Shiyoon lirih, seperti sangat kecewa.
“Kenapa kau lakukan ini padaku? Pada kakakku? kenapa?”. lanjutnya.
“Kalau memang benar perasaanmu padaku adalah cinta, seharusnyakau bisa percaya padaku, setidaknya dengan begini aku tahu, kau tidak benar-benar mencintaiku”. balas Jaesun berusaha untuk tetap tenang, meski hatinya bergejolak ketika mengatakannya.

Shiyoon terdiam mendengar jawaban Jaesun.

“Aku tidak melakukan apapun, itu kebenaranya. Tapi apapun pandanganmu padaku, aku akan terima”. tambah Jaesun sebelum akhirnya dia dibawa kesel, dengan air mata yang perlahan mengalir di pipi dokter cantik itu.

Sementara Shiyoon, masih diam terpaku disamping adiknya.

“Kakak”. panggil Sohwa, mencoba menyadarkan Shiyoon.
“”Kita harus ke Rumah Sakit”. ajak Shiyoon berpura-pura semua baik-baik saja.

***

“Maafkan aku, aku tidak bisa menyelamatkan mu”. ucap Pengacara Lee pada Jaesun yang kini berada diruang besuk sel nya.
“Hm, kakak jangan bicara seperti itu. Kakak ada disini, itu sudah cukup. Lagi pula aku sudah memprediksikan hal ini pasti akan terjadi”. jawab Jaesun pelan.
“Kita harus usahakan Jisun segera sadar”. kali ini Dr. Na yang duduk disebelah Pengacara Lee membuka suara.
“Dr. Na”. sela Jae.
“Dengan begitu kebenaran akan terungkap”. lanjut Dr. Na.
“Tunggu dulu, mendengar cerita kalian kemarin, tentang pembunuhan 6 tahun yang lalu, aku jadi ragu, apa setelah sadar dia akan mengatakan yang sebenarnya?”. tanya Pengacara Lee sedikit berbisik.
“Itu juga yang aku pikirkan. Mengingat dia punya kasus besar, mungkin ini akan dijadikan kesempatan untuk melenyapkanmu berikut dengan kasusnya”. ujar Dr. Na.
“Terserah apa yang akan terjadi nanti, aku lelah. Aku sedih jika mendiang orang tuaku akan terluka karena hal ini”. Ucap Jaesun yang terlihat semakin putus asa.

***

Di Rumah Sakit.

“Bangunlah Kak, kau harus ceritakan yang sebenarnya. Satu sisi aku harus percaya pada saudara ku sendiri. Tapi disisi lain, aku tidak bisa tidak mempercayai orang yang ku cintai”. ucap Shiyoon lirih, isamping tempat tidur Jisun yang masih terbaring koma.
“Kakak tenanglah”. Sohwa mencoba menenangkan Shiyoon.

Dua kakak beradik itupun berpelukan, saling menguatkan satu sama lain.

***

4 Bulan kemudian.
Waktu yang sangat lama jika dihabiskan di dalam penjara.
Namun tanpa diketahui Jaesun, Shiyoon sering datang membesuknya. Seperti saat ini.

“Bagaimana keadaannya?”. tanya Shiyoon pada salah satu sipir.
“Dia menjalani semuanya dengan baik”. jawab Sipir yang pasti sudah tau siapa dia yang dimaksud oleh Shiyoon.
“Dia pasti sangat menderita”. ujar Shiyoon dengan sedih.
“Inspektur Kim”. sela Sipir saat menyadari ada sesuatu dari ucapan Shiyoon barusan.
“Oh, Sipir, aku ada janji dengan seseorang, aku harus pergi sekarang”. potong Shiyoon kemudian.
“Baiklah Inspektur”. jawab Sipir.

***

Di RSJ Seoul. Shiyoon melangkah masuk kekamar Pasien Han Jook Dong.

“Kau yang ingin bertemu denganku?”. tanya Shiyoon begitu mendapati seorang pria duduk sendiri di kamar itu.
“Benar tuan, ada yang ingin aku katakan”. jawab Jook Dong.
“Apa itu?”. tanya Shiyoon sedikit curiga.
“Dr. Shin tidak bersalah, ini semua kecelakaan. Sebenarnya Presdir Kim yang punya kasus kriminal”. ucapnya dan berhasil membuat jantung Shiyoon terkejut.
“Apa maksudmu?”. shiyoon tampak sedikit kesal.
“Ini tentang kasus pembunuhan 6 tahun yang lalu. Waktu itu aku dijadikan tersangka, tapi sebenarnya pelakunya adalah kakak tuan sendiri, Presdir Kim”. jawab Jook Dong, dengan tetap tenang.
“Tuan kau jangan sembarangan”. bentak Shiyoon.
“”Ini kebenaran Tuan, inilah kebenarannya”. jawab Jook Dong.

***

Usai bertemu dengan Jook Dong, Shiyoon memutuskan untuk kembali ke RS. Dalam perjalanan dia berpikir dalam hatinya.

“Apa benar yang dikatakannya? tapi dia sakit jiwa”. batin Shiyoon.

Usai menemui Han Jook Dong di RSJ, Shiyoon bermaksud kembali ke RS. Tiba-tiba ponselnya berdering.

“Hallo”. jawabnya.
“Kakak, Kak Jisun sudah sadar”. teriak seseorang yang diyakini Shiyoon sebagai suara adik semata wayangnya yang sterdengar sangat bahagia.

Tak menunggu lama lagi, Shiyoon segera berangkat ke RS, memastikan sendiri apa yang dikatakan Sohwa.
Sesampainya di RS, Shiyoon segera menemui Sohwa dan Jisun.

“Sohwa, benar Kak Jisun sudah sadar?”. tanya Shiyoon tak sabar.
“Iya, tadi dia menggerakkan jarinya tangannya”. jawab Sohwa tersenyum lebar.
“Syukurlah, setelah koma selama 4 bulan akhirnya, Tn. Kim Jisun sadar”. ucap Dokter yang entah sejak kapan sudah berdiri di belakang mereka.
“Terimakasih Dokter”. balas Shiyoon.
“Aku permisi dulu ya”. ucap Dokter itu kemudian berlalu dari kamar itu.
“Baik Dokter”. jawab Shiyoon.
“Kakak, aku mohon sekarang buka matamu”. pinta Shiyoon sambil menggenggam tangan Jisun begitu erat, berharap kakaknya segera membuka mata.

Ajaib mungkin, tak lama kemudian Jisun benar-benar membuka matanya.

“Shiyoon,,,, Sohwa,,,,,”. panggilnya begitu pelan, namun masih bisa didengar oleh telinga kedua adiknya.
“Kakak”. panggil Shiyoon dan Sohwa bersamaan.

Jisun tersenyum, kemudian teringat sesuatu.

“Shiyoon, apa yang terjadi?”. “Dr. Itu………”. belum sempat Jisun menyelesaikan kalimatnya, Shiyoon sudah memotong ucapan Jisun.
“Kakak tenang saja, dia sudah di penjara sekarang”. sela Shiyoon.
“Apa? Tidak Shiyoon, Dr. itu tidak bersalah”. ucap Jisun dan berhasil membuat Shiyoon dan Sohwa terkejut seketika.
“Apa? Apa yang baru saja kakak katakan?”. tanya Shiyoon kaget.
“Ya, aku terpeleset dan jatuh sendiri. Tidak ada hubunganya dengan Dokter itu”. aku Jisun pada kedua adiknya.
“Kakak”. Sohwa memanggil pelan nama Jisun.
“Kakak”. begitu juga dengan Shiyoon.
“Bebaskan dia, dan ada satu hal lagi yang harus aku akui pada kalian dan pada seluruh dunia”. ucap Jisun.
………….

***

Sementara itu di Penjara.

“Dr. Shin, anda bebas”. seorang sipir membukakan pintu sel Jaesun.
“Apa?”. Jaesun jelas kaget dengan kabar ini.
“Tn. Kim sudah sadar dan mengatakan kebenarannya”. jawab sipir itu.

Jaesun menangis terharu, karena Kim Jisun sudah sadar dan karena akhirrnya dia bisa bebas. Tapi dia berpikir lagi, ‘jika Jisun sadar, aku bebas, apa itu artinya…….’
Ditengah pikiran Jaesun, seseorang memanggilnya.

“Dokter”.

Begitu dia menoleh, tampaklah wajah-wajah yang begitu dirindukannya.

“Yoori, Kakak, Dr. Na, Tn…….. Han”. panggil Jae dan cukup kaget saat melihat Jook Dong ikut bersama mereka.
“Kau???”. tanya Jaesun.
“Ya, Jisun sudah mengakui semuanya, dan disinilah aku sekarang, aku bebas”. ucap Jook Dong.
“Syukurlah, aku senang mendengarnya”. respon Jaesun.
“Eum, Jaesun”. panggil Pengacara Lee.
“Iya kak?”. jawab Jaesun yang kini mereka mulai berjalan keluar dari penjara itu.
“Tadi inspektur Kim bilang ingin bertemu dengan mu, ditempat biasa”. ucap Pengacara Lee.
“Benarkah?”. tanya Jaesun memastikan.
“Pergilah, dia pasti sangat sedih”. ujar Dr. Na.
“Entahlah,, tapi…..”. Jaesun sedikit ragu.
“Dokter, jangan begitu. Cinta itu tidak boleh disia-siakan. Kalian sudah banyak berkorban 4 bulan ini, jadi ini saatnya semua kembali seperti semula”. ucap Yoori bijak.

Jaesun tampak termenung. Memang benar apa yang dikatakan pelayannya itu. Akhirnya Jaesun memutuskan untuk menemui Shiyoon.

***

Di RS, tampak Jisun sedang ada dikamar ditemani adiknya, Sohwa. Dia tampak tersenyum dan berbicara dalam hati.

“Narin, kau lihatkan, aku sudah lakukan semuanya, aku akan membayar semuanya, semua hutang-hutangku, kau benar, sekarang aku merasa lebih baik”. ucapnya.
“Kakak kau baik-baik saja?”. tanya Sohwa yang khawatir melihat kakaknya tersenyum sendiri.
“Iya Sohwa, aku jauh lebih baik”. jawab Jisun sambil tersenyum.

***

Di tempat yang dijanjikan Shiyoon.

“Shiyoon”. panggil Jaesun saat melihat seorang pria duduk menghadap ke pantai.
“Duduklah! tadinya kupikir kau tidak mau menemuiku lagi”. ucap Shiyoon dengan menatap Jae sebentar, lalu kembali menatap gulungan air yang datang mendekat itu.

Jaesun hanya diam.

“Aku memang bodoh, kalau aku benar-benar mencintaimu harusnya aku lebih mempercayaimu bukan sebaliknya membuat mu mendekam di penjara itu”. ucap shiyoon dengan sura bergetar.
“Shiyoon, kakakmu……”.
“Setelah tubuhnya cukup kuat, dia akan segera dipindahkan kepenjara untuk mempertanggug jawabkan perbuatannya”. sela Shiyoon sebelum Jaesun menyelesaikan ucapannya.
“Shiyoon”. Jaesun bisa merasakan bagaimana perasaan Shiyoon saat ini, bahkan mungkin lebih hancur dari pada saat mendapatkan kenyataan dia pelaku atas kecelakaan kakaknya.
“Tidak apa-apa, aku tidak peduli, dia kakakku atau bukan, siapa yang bersalah dia harus bertanggung jawab”. ucap Shiyoon seolah mengerti apa yang ingin di ucapkan Jaesun.
“Shiyoon…..”.
“Maafkan aku, maafkan aku Shin Jaesun”. Shiyoon mulai terisak.

Jaesun segera memeluk Shiyoon, dan menangis bersamanya.

“Kau tidak bersalah, begitulah seorang profesional, kau tidak salah”. ucap jaesun menenangkan Kekasihnya,

Akhirnya pasangan itu saling berbagi kesedihan dalam pelukan mereka. Sedih tapi mengharukan dan membhagiakan, itulah yang mereka berdua rasakan. Dengan saksi sang rembulan yang dengan setia menemani mereka.
.
.
.
.
.
.
.
.
THE END




a/n: hah, selesai juga. cerita apa ini ya… abal sangat… haha,,, gak papalah ya, namanya juga hobby, dari pada jadi penyakit. ya gak…. Harapannya sih semoga ada yang suka ama ni cerita Gaje…. haha…. sekian deh….


Can give me a comment, Please,,^^

I LOVE U, Doct! (Chapter 2)



Cast:
Choi Eun Joon as Shin Jae Sun
Cho Kyuhyun as Kim Shi Yoon
Park Shi Hoo as Kim Jisun
Im Joo Hwan as Han Jook Dong
Kim Hyun Joong as Song Seh Joo

and other.

Authoress: Restia Ningsih

This is a Little Scenario. (Maybe?)

Just Read No Bash.

 

Sumarry: Cinta adalah tentang Saling Percaya Satu Sama Lain. (Sumarry apaan ini #authorGeje)

.....................................................................................................................................................................

 

“Tn. Kim, kau tahu? kau ini payah, mengajak seorang wanita keluar hanya untuk minum kopi?, kau akan dikira penjual kopi.” ujar Jae Sun.
“Kau ini, kau bisa dipenjara karena menghina polisi”. balasnya.
“Maafkan aku pak polisi.” “Ayo!.” Jae Sun mengulurkan tangan mungilnya.
“Kemana?”.
“Wanita itu seleranya  10x lebih baik dari pria, ayo aku ajak kau ketempat yang semestinya, tidak baik kalau pria dan wanita duduk di tepi jalan sambil memegang kopi”. tukasnya sambil tersenyum manis.
“Terus saja menyerangku”. protes Shi Yoon.
“Sudah ayo”. Jae Sun menarik tangan Shi Yoon.

***

Mereka sampai disebuah toko steak. Tiba-tiba pandangan Shi Yoon berubah.

“Steak?”. tanyanya.
“Kenapa? kau tidak suka?, aku lapar. alasan aku mau keluar jam segini, karena aku pikir, aku bisa makan”. jelas Jae Sun.
“Jam 21.00 makan steak? tidak lucu”. jawab Shi Yoon.
“Kenapa harus lucu? kalau lapar, sebaiknya makan apa saja makanan yang bisa kau makan. Lagi pula steaknya tetap enak dan hangat”. ujar Jae Sun.

Shi Yoon terus  melirik tulisan Steak dan kearah Dr. Shin. Ingin sekali dia mengatakan sesuatu yang penting, tapi dia tidak tega.

“Mau tidak? kalau mau kita masuk dan pesan”. “ah, kalau kau mau, aku janji besok kita keluar lagi, tapi kau yang tentukan tempatnya. Setuju?”. bujuk Jae.
“Benar?”. Shi Yoon tampak bersemangat.
“Aku tidak pernah ingkar janji”. ucapnya. “Ayo”. kali ini Jae menarik lengan baju Shi Yoon dengan kuat.

***
Saat ini mereka sudah duduk dilantai toko itu. Tatapan Shi Yoon belum berubah.

“Bibi, aku pesan 2 porsi steakny”. Jae agak berteriak.
“Baik”. ucap si pelayan.
“Dr. Shin”. panggil Shi Yoon.
“Ya?”. jawab Jae. “Kenapa wajahmu pucat?”. tanyanya khawatir.
“Aku…….”. belum sempat Shi Yoon bicara, pesanan mereka sudah datang.
“Ini Nona, Tuan”. ucap pelayan.
“Terimakasih Bi”. jawab Jae.
“Dr. Shin, aku…..”.
“Buka mulutmu! coba cicipi ini”. Jae menyuapi Shi Yoon.
“Enakan?”. tanyanya tanpa memperdulikan reaksi Shi Yoon.
“Dr. Shin……….”.

Kali ini suara Shi Yoon melemah, dan Jae mulai khawatir melihat keadaan Shi Yoon.

“Tn. Kim, kau baik-baik saja? Ha, kulitmu, kulitmu memerah”. ucap Jae.

Shi Yoon terlihat sangat pucat.

“Bibi, apa disini ada kamar kosong? sepertinya temanku alergi”. tanya Jae setengah berteriak.
“Ah, mari nona, di sebelah sini”.

Si pelayan menunjukan sebuah kamar pada Jae sun. Untungnya Jae Sun adalah dokter, jika tidak, pasti dia sudah sangat panik. Beberapa saat kemudian, setelah diobati, Shi Yoon terlihat lebih tenang, wajah yang tadinya seperti kepiting rebus kini sudah kembali normal.

“Kenapa tidak bilang kalau kau alergi?”. tanya Jae.
“Maaf, kau bilang kau lapar, aku takut kau kelaparan”. alasan Shi Yoon.
“Terimakasih sudah memikirkan aku, tapi apa yang kau takutkan benar-benar terjadi, aku kelaparan. Seandainya kau bilang dari awal, mungkin kita bisa cari restoran mie, sekarang aku mau memakanmu”. tukas Jae.
“Maafkan aku, ha, aku sudah lebih baik. Ayo pulang”. ajak Shi Yoon.
“Hah, aku tidak punya tenaga, aku laparrrr”. keluh Jae Sun.

Akhirnya, sebelum pulang mereka makan mie di toko sebelahnya. Malam itu benar-benar malam menyebalkan bagi Jae Sun.

***
“Terimakasih sudah mau makan dulu sebelum pulang”. ucap Jae Sun.
“Tidak apa-apa setidaknya sekarang aku tidak perlalu terlalu merasa bersalah”. balas Shi Yoon.
“Kau ini”. Jae Sun mendengus.
“Ayo kita pulang”. ajak Shi Yoon.
“Hey, aku bawa mobil sendiri”. Jae menunjuk kearah mobilnya.
“Apa? Benarkah?”. tanya Shi Yoon setengah kecewa.
“Iya benar, keluar jam 9 malam mana mungkin aku naik angkutan umum”. jawab Jae.
“Lain kali, kalau bertemu denganku, jangan bawa mobil. Sebagai pria, aku merasa malu membiarkan seorang wanita pulang sendiri”. pinta Shi Yoon.
“Begitukah? Berarti kau tidak boleh mengajak ku bertemu diatas jam 9 malam, mengerti?”. tukas Jae.
“Aku akan menjemputmu dirumah”.
“Memang kau tahu dimana rumahku?”.
“Aku akan mengikutimu, ayo..”. Shi Yoon menggandeng lengan Jae Sun.

Tiba-tiba Jae Sun teringat sesuatu, dan menahan langkahnya.

“Ada apa?”. tanya Shi Yoon.
“Tadi, kenapa kau suruh aku menutup telponnya?”. tanya Jae.
“Ohh, masih alasan yang sama, sebagai pria aku tidak mau dianggap tidak bermodal yang maunya ditelpon”.
“Hem, yayaya, gengsi mu besar sekali”. jawab Jae Sun.

Merekapun pulang dengan mobil mereka masing-masing. Shi Yoon mengikuti dari belakang. Setelah sampai dirumah Jae Sun, Shi Yoon pun memutar arah dan meninggalkan rumah Jae.

***

Keesokan paginya, di kediaman keluarga Kim.

“Semalam kaka pulang jam berapa?”. Tanya Sohwa.
“Setengah sebelas”. jawab Shi Yoon singkat.
“Apa ada kasus?”. kali ini Jisun yang bertanya.
“Yang namanya kantor polisi, setiap detik selalu ada masalah kak”. jawabnya.
“Hari ini tugasmu mengantar Sohwa, aku ada meeting jam 8″. ucap Jisun.
“Heh, seharusnya dia sudah bisa pergi sendiri”. Shi Yoon mengeluh.
“Kakak sendiri yang tidak mengizinkan aku membawa mobil”. protes Sohwa.
“Siapa yang menyuruhmu membawa mobil? Naik bis!”. balas Shi Yoon.
“Kejaaam”. teriak Sohwa.
“Sudah-sudah, aku harus berangkat sekarang. Habiskan sarapan kalian”. pesan Jisun.
“Ya kak”. jawab Shi Yoon dan Sohwa kompak.

***

Di RSJ Seoul.

“Pagi Dokter Shin”. sapa seorang perawat.
“Pagi”. balasnya.
“Pagi Dr. Shin”. sapa perawat yang lain.
“Pagi juga”. balasnya.
“Pagi Dr. Shin”. kali ini Dr. Song yang menyapanya.
“Ah, pagi Dr. Song, ada yang ingin aku bicarakan”. ucap Jae Sun.
“Denganku?”. tanya Dr. Song.
“Tentu saja”. jawab Jae Sun singkat.
“Ada apa?”.
“Begini, bisa aku minta arsip penanganan Pasien Han Jook Dong?”. tanya Jae.
“Kalau itu, Dr. minta saja pada petugas arsip”. jawab Dr. Song.
“Begitu ya? Baiklah, terimakasih”. ucap Jae, kemudian meninggalkan Dr. Song.

Jae Sun pun menemui Petugas arsip.

“A, Dr. Shin, ada yang biasa kubantu?”. tanya petugasnya.
“Aku mencari arsip untuk pasien Han Jook Dong”.
“Pasien Han Jook Dong?”.
“Iya benar, adakan?”.
“Arsip itu Dr. Na yang memegangnya.”
“Dr. Na?”.
“Benar dokter”.
“Aneh, bukankah itu arsip umum?”. Jae Sun mengerutkan dahinya.

Petugas itu hanya menggeleng. Akhirnya, Jae Sun meninggalkan tempat itu, dengan tanda tanya besar di pikirannya.
***


Dr. Shin bicara dalam hatinya

“Memberi obat dengan cara suntik, arsip umum dipegang sendiri. Ini aneh”. “Apa yang disembunyikan Dr. Na?”. Tanyanya.

Kemudian Dr. Shin meninggalkan tempat itu menuju kamar pasien Han.

“Tn. Han, bagaimana kabarmu?”. tanya Dr. Shin begitu didapatinya pasien Han sedang duduk di tepi tempat tidurnya.
“Hem, dokter yang lain selalu bertanya, apa aku tidak lelah bicara sendiri terus seperti ini, tapi aku selalu mengatakan, aku tidak akan pernah menyerah”. “Meski sampai akhir nanti kau tetap tidak mau bicara, aku tidak akan pernah berhenti”.
“Tn. Han, boleh aku tanya sesuatu?”. “Apa yang dilakukan Dr. Na tiap dia datang kemari?”.
“Kalau kau tidak mau menjawab tidak apa-apa, cukup dengarkan saja.”
“Aku, melihat sebuah keanehan, kenapa Dr. Na selalu menyuntikmu dan menyembunyikan arsip mu.”

Pasien Han tetap diam.

“Kau masih ingat kan ucapanku padamu?, aku disini sebagai sahabatmu, bukan doktermu, jadi kapanpun kau ingin cerita, aku akan siap mendengarkan.”
“Karena aku merasa, sebenarnya kau tidak gila.”

Pasien Han terlihat kaget mendengar ucapan Dr. Shin.

“Panggil aku, kapanpun kau mau bicara.”

Baru satu langkah Dr. Shin meninggalkan tempat itu.

“Benarkah?”. satu kata keluar dari mulut pasien Han.
“Ha? Tn. Han, kau bicara? Kau bisa bicara?”. Dr. Shin sangat kaget dengan Pasien Han yang akhirnya membuka mulutnya.
“Benarkah kau disini sebagai teman, bukan dokter yang sok tahu?”. Tanyanya.
“Ya, tentu saja, kau bisa percaya padaku.”

***

Dr. Shin meninggalkan ruangan itu.

(flashback)

“Benar aku tidak gila, aku waras, 100% waras, seseorang sengaja membuat laporan palsu untuk menjebloskan aku kemari. Dan Dr. Na bekerja sama dengan orang itu.”
“Apa?”.
“Suntikan yang diberikan Dr. Na hanyalah vitamin c, aku tahu itu, beberapa dokter terdahulu tau kenyataannya, tetapi Dr. Na, mulai membuat siasat untuk membuat mereka bungkam.”
“Lalu, bagaimana tentang makan? Bagaimana kau bisa bertahan tanpa makan?”.
“Siapa bilang?, aku selalu makan, setiap kali semua orang tidur, aku, masuk kedapur dan makan. Ini”. (menunjukan sesuatu).
“Kunci?”.
“Ya, ini kunci semua ruangan”.
“Kau punya kunci kenapa tidak lari?”.
“Lari?, heh, kalau aku lari, nyawa keluarga ku dalam bahaya.”
“Serumit itukah?”.
“Dr. Shin, apa kau bisa membantuku?”.
“Apa yang bisa kulakukan?”.
“Ini, (mengeluarkan sebuah kartu nama).” “Dia orangnya”.
“Siapa?”.
“Orang yang sudah membuat aku ada disini dan yang seharusnya berada di penjara.”
“Penjara?”.

Dari luar seseorang memanggil Dr. Shin.

“Dr. Shin, ada yang mencari dokter.”
“Katakan agar dia menunggu, aku masih menangani pasien”.
“Baik Dr. Shin.”

Jae Sun melanjutkan pembicaraannya.

“Kenapa dipenjara?”.
“Karena dia sudah membunuh adikku.”
“Apa, membunuh kau bilang?”.

(flashback selesai)

“Sulit dipercaya”. Ucapnya.
“Jae Sun”. sapa seseorang.
“Shi Yoon, kenapa disini? Baru kali ini aku melihat polisi yang begitu santai sepertimu.”
“Mau makan siang?”.
“Boleh, kebetulan jam ku sudah selesai”.

***

Di kantor Kim Ji Sun.

*tok-tok-tok*

“Masuk”.  perintah Ji Sun.
“Presdir, ada yang ingin bertemu”. Lapor Sekretaris.
“Siapa?”. tanya Ji Sun.
“Aku”.
“A, Dokter Na, silakan duduk, Sekretaris Jang, tolong buatkan minuman untuk Dr. Na”.
“Baik Presdir”.
“Ada apa Dokter datang kemari?”.
“Aku membawa laporan tentang Han Jook Dong, jujur aku sudah tidak sanggup membohongi semua bawahan ku, tidak bisakah kita akhiri saja?”.
“Dr. Na, kalau sampai kau melakukan itu, aku akan buat kau tidak pernah bertemu dengan keluargamu lagi”.
“Presdir”.
“Aku serius, kau tau kan aku tidak pernah main-main dengan ucapanku”.

***

Dr. Na meninggalkan kantor itu.

“Dr, mau kemana? baru saja aku mau kedalam.” Cegat sekretaris Jang.
“Kau minum sendiri saja.” ucap Dr. Na dengan sangat emosi.
“Dia pikir dia siapa?”. Ucapnya lagi.

***

Sementara dalam ruangan Ji Sun Berkata,

“Aku tidak akan melepaskannya sebelum dia berjanji untuk mengubur kasus ini”. Ucapnya dengan penuh kekesalan.

***

Di tempat lain,

“Tuan, Nona, silakan mampir”. Tawar seorang pedagang.
“Apa ini?”. tanya Jae Sun.
“Ini air cinta sejati.” jawabnya.
“Air cinta sejati?”. Shi Yoon tidak mengerti.
“Benar, siapa saja pasangan yang mencuci wajahnya dengan air ini, akan menjadi pasangan selamanya”. jelasnya.
“Benarkah?”. tanya Shi Yoon.
“Benar Tuan”.
“Jae Sun, ayo kita coba”. ajak Shi Yoon.
“Apa ?.”(Shi Yoon menarik tangannya),
“Ayo tepukan kewajahmu”.

Setelah mencoba itu, mereka melanjutkan perjalanan.

“Kenapa kita harus mencoba air itu?”. tanya Jae Sun.
“Kenapa?”.
“Tn. Kim, kita kan bukan pasangan”. Protes Jae Sun.
“Benarkah? kalau begitu air itu mujarab,.”.
“Apa?”.
“Ya, karena mulai sekarang kita pasangan. Jadilah pacarku”. pinta Shi Yoon.

(Tanpa menunggu jawaban, Shi Yoon menarik tangan Jae Sun dan memeluknya).

***
Di kediaman keluarga Kim.

“Kakak, sudah jam 11, kenapa kak Shi Yoon belum pulang?”. tanya Sohwa pada  kakak tertuanya.
“Mungkin ada kasus besar, kau tidur duluan saja Sohwa!”. Jawab serta perintah Jisun pada adik bungsunya.

Belum sempat Sohwa beranjak dari tempatnya saat ini, tiba-tiba Shi Yoon masuk. Sohwa pun mengurungkan niatnya, dan duduk kembali.

“Aku pulang”. salam Shi Yoon dengan senyum sumringah, membuat kedua saudaranya bingung.
“Ada kasus besar ya Kak/”. Tanya Sohwa antusias.
“Ya, sangat besar, antara hidup dan mati”. jawab Shi Yoon dengan gelagat yang sulit dimengerti oleh saudaranya.
“Berlebihan, pasti tentang wanita”. tebakan Jisun mamang tepat.
“Kau memang pintar, Kak”. jawab Shiyoon.
“Baiklah sampai jumpa besok semuanya”. ucap Shiyoon sambil melangkah pergi ke kamarnya, meninggalkan kedua saudaraanya yang rela belum tidur demi menunggunya.

“Dia jadi aneh kalau sedang jatuh cinta”. komentar Sohwa.
“Sohwa tidurlah”. alih-alih menanggapi ucapan Sohwa, Jisun malah menyuruh Sohwa tidur.

Dan Jisun pun menyusul kedua adiknya.

***

Di RSJ Seoul, di kamar pasien Han.

“Tn. Han”. Panggil Jae Sun pelan.
“Dr. Shin, ada apa?”. tanya Pasien Han tak kalah pelan.
“Ada yang ingin aku tanyakan”. ujar Jae Sun.
“Apa?”. tanya Pasien Han.
“Untuk apa aku harus kmenemui Presdir Kim?”. tanya Jae Sun, sangat pelan, agar tidak ada yang mendengar pembicaraan mereka, meskipun mereka yakin tidak mungkin ada orang yang tertarik mendekati ruangan pasien Han yang terisolir, apalagi untuk menguping.
“Dr. Shin dengar, kejadian itu terjadi dirumah sakit ini, adikku adalah salah satu perawat disini”. jawab Pasien Han.


(flashback)

Di atap gedung RSJ Seoul, pukul 23.00 KST.

“Jisun, aku mohon jangan lakukan ini padaku”. pinta Han Na Rin pada sesosok pria yang berdiri membelakanginya.
“Narin, kita tidak bisa bersama lagi”. jawab Jisun tanpa menatap kearah Narin.
“Hey, berani-beraninya kau perlakukan adikku seperti itu”. SEseorang berteriak dari arah belakan Narin, dan sukses membuat Jisun akhirnya menoleh kearah Narin.

Han Jook Dong, kakak Narin, tampak sangat marah besar.

“Bukankah, suatu hubungan memang seperti ini? Kalau sudah tidak searah, untuk apa dilanjutkan? sebaiknya berpisah saja”. ucap Jisun santai, tanpa memikikan akibatnya.
“Kau, dasar kurang ajar”. Jook Dong meradang.

Jook Dong bermaksud mendekati Jisun, dan memberikannya pelajaran, namun Jisun yang sudah mencium gelagat Jook Dong, segera menarik Narin kedekapannya, dan mengancam akan mendorongnya dari atap gedung.

“Kalau kau mendekat, kau harus ucapkan selamat tinggal pada adik kesayangan mu ini”. ancam Jisun.
“”Jisun lepaskan dia!”. Perintah Jook Dong.

Sementara itu, Narin berusaha keras melepaskan diri dari Jisun. Dan, secara tidak sengaja, Narin terdorong dan jatuh dari atap gedung yang begitu tinggi itu. Dan, tubuh mungil itu seakan melayang sampai ke dasar, dan darah segar pun membanjiri sekitar tubuhnya.
“Apa yang kau lakukan? Brengsek kau Kim JI Sun”. Jook Dong memukul Jisun habis-habisan.
“Aku akan membunuhmu”. sambung Jook Dong lagi.
“Dr. Na, apa yang kau lakukan? cepat bantu aku!”. Kim JIsun meminta bantuan pada Pimpinan para Dokter di RS itu, untuk mengurus Jook Dong yang terus menghujamnya dengan pukulan-pukulannya.

(flashback end)

“Dr. Na bilang pada polisi, bahwa yang menyebabkan Narin jatuh adalah aku, tetapi agar aku tidak dipenjara, Dr. Na mengakui aku sebagai salah satu pasien RS ini”. kenang Pasien Han. “Hah, Licik”. Pasien Han mendengus kesal.
 .
.
.
.
.
TBC

Will you give me a comment Please???