Sabtu, 04 Agustus 2012

LOVE "not about four words" (Chapter 2)

LOVE
"Not About Four Words"
Pertama-tama saya mau say “mian” aja dulu deh... Kalau-kalau ada readers yang ngerasa karyanya saya ini mirip atau sama dengan sebuah karya lain. Tapi bener deh, ini asli karangan saya sendiri. Ya, kalau temanya rada sama ama karya laen, ya saya minta maaf. Saya kan pemula, diawal-awal boleh dong, entaran saya bakal berusaha lebih baik lagi. Ok... chingudeul... Just read my story and be happy!!

Cast:
v Cho Kyuhyun as Goo Him Jung
v Choi Eun Joon as Nam Cheon Eun
v Choi Rae Neul as Bae Nara
v Song Joong Ki as Uhm Tae Gun
v Baek Do Bin as Nam Hyun Cheon
v Han Chae Young as Min Seo Kang
v YoonA as Nam Cheon Bin
v Suzy as Uhm Jihyun
v Go Ara as Goo Minri
v No Min Woo as Bae Namin
v Lee Sungmin as Anh Jae Wook
Oke. Itu dia para pemainnya. Jadi readers anggap aja ini skenario drama ya, biar dapet gregetnya. Maklum, saya bener-bener terobsesi menjadi sutradara sekaligus Aktris,  hehe. Selamat membaca deh, inget konsepnya, baca, pahami, khayali... happy Reading!!
.................................................................................................................................
Summary: Kehidupan tak akan seindah dan semulus yang kau inginkan. Suatu saat akan ada masalah yang harus kau hadapi. (Begitu aja, summary nya... hahahaha) 
................................................................................................................................
 
“Presdir”. Sapa Cheon Eun dengan nada suara sedikit tidak percaya.
“Cheon Eun”. Presdir balas menyapa gadis mungil itu.
“Oh, ini boss Cheon Eun ya? A, perkenalkan, aku Cheon Bin, kakaknya”. Cheon Bin mengulurkan tangannya untuk bersalaman dan segera disambut hangat oleh Presdir muda itu.
“Baiklah, aku akan biarkan kalian bicara berdua. Cheon Eun, eonnie keluar dulu”. Ucap Cheon Bin.
“Ya”. Respon Cheon Eun.
Setelah Cheon Bin pergi, dikamar itu hanya ada Cheon Eun dan Presdir Uhm, dan keduanya terlihat canggung satu sama lain.
“Aku masih tidak percaya, presdir menyusulku kemari. Tapi bukankah aku sudah mengirimkan surat izin untuk beberapa hari?”. Tanya Cheon Eun penasaran.
“Ya, memang benar”. Jawab Presdir santai.
“Lalu?”. Tanya Cheon Eun dengan polosnya.
“Benarkah kau sakit? Kau tidak seperti orang sakit”. Tanya Presdir mencoba mengalihkan pembicaraan.
“Tentu saja, aku inikan kuat presdir”. Jawab Cheon Eun dengan sebuah gurauan.
Mendengar semangat Cheon Eun yang cukup besar, Presdirpun tersenyum manis.
“Kelihatannya kau akan keluar hari ini ya?”. Tanya Presdir.
“Iya, bau obat-obat di ruangan ini bisa meracuni otakku”. Jawab Cheon Eun.
Presdir tersenyum lagi.
“Berapa lama Presdir di Ausi?”.
“Aku hanya ingin menjengukmu. Paling, setelah ini aku sudah terbang kembali ke Seoul”. Jawab Presdir.
“Oh iya. Apa kedatangan presdir ini ada hubungannya dengan Him Jung?”. Tanya Cheon Eun.
“Mungkin iya”. Jawab Presdir sekenanya.
“Presdir”. Ucap Cheon Eun pelan sekali.
“Dia seperti mayat hidup”.
Cheon Eun menundukkan kepalanya.
“Kau tidak ingin menemuinya?”. Tanya Presdir.
“Keluargaku bilang, sebaiknya aku fokus dulu pada pengobatanku”. Tutur Cheon Eun.
“Bagaimana kalau Him Jung mencari penggantimu?”. Tanya Presdir dengan maksud menggoda.
Dan pertanyaan itu sukses membuat Cheon Eun semakin menunduk sedih.
“Aku sudah siap untuk itu semua. Jika memang dia akan mendapatkan penggantiku selama kami berpisah, aku akan merelakannya”. Balas Cheon Eun dengan segenap kepasrahan.
“Hm... Cheon Eun, aku yakin baik Him Jung ataupun dirimu pasti bisa menjaga hati kalian masing-masing. Tapi aku takut ini akan sangat berat untuk kalian. Apalagi melihat keadaan Him Jung saat ini. Jika terus seperti ini, karirnya bisa mati”. Terang presdir.
”Lalu aku bisa apa Presdir?”. Tanya Cheon Eun sedikit frustasi.
“Kau pergi secara tiba-tiba dari hidupnya. Jelas dia belum bisa menyesuaikan. Saat ini dia ingin tahu kabarmu. Ingin melihatmu atau sekedar mendengar suaramu”. Respon Presdir.
“Jadi?”. Cheon Eun bertanya lagi.
“Hubungi dia”. Jawab presdir.
“Apa?”. Cheon Eun tampak tak mengerti.
“Ya, hubungi dia, katakan keadaanmu. Buat dia merasa tenang dan merasa dipikirkan olehmu”. Usul Presdir.
Akhirnya Cheon Eun setuju untuk menelpon Him Jung. Beberapa saat kemudian telepon merekapun terhubung. Terdengar sebuah suara yang begitu dirindukan Cheon Eun. Suara yang sudah beberapa hari tidak didengarnya.
“Cheon Eun, Nam Cheon Eun, ini benar dirimukan? Benar suaramukan? Ayo bicara, agar aku yakin ini bukan mimpi”. Seolah hanya punya waktu 3 detik, Him Jung segera memborong semua pertanyaan kepada Cheon Eun.
“Oppa, jangan cemas, aku akan baik-baik saja. Bulan depan aku akan kembali ke Seoul. Jadi kau jangan cemas. Doakan aku, seminggu lagi aku akan menjalani operasiku”. Ucap Cheon Eun.
“Nam Cheon Eun”. Ujar Him Jung pelan.
“Setelah Operasinya berhasil, kita akan bersama-sama lagi. Kalau saat pulang nanti kulihat keadaanmu menyedihkan dan tidak seperti yang aku harapkan, aku tidak akan pernah memaafkanmu Him Jung”. Ancam Cheon Eun.
“Mwo? Baiklah-baik, aku berjanji saat kau pulang nanti, kau akan sangat bangga padaku, percayalah”. Janji Him Jung.
Cheon Eun menutup telponnya sambil tersenyum. Ada kebahagiaan tersendiri yang ia rasakan saat ini, dan itu karena satu nama, GOO HIM JUNG.
.
.
.
Di Kota Seoul, kantor TOPentertainment.
“Pagi”
“Pagi”
“Pagi”
“Pagi Noona”.
“Pagi Tn. Park”.
“Pagi Jihyun”.
Him Jung menyapa semua orang yang ia temui.
“Ada apa dengan anak itu? Seingatku kemarin dia baru saja mau melemparku dengan botol”. Komentar Minri melihat tingkah dongsaeng semata wayangnya.
“Apa Him Jung Oppa baik-baik saja?”. Tanya Jihyun yang sedikit khawatir dengan perubahan sikap Him Jung yang tiba-tiba. Mengingat kemarin dia selalu bersikap aneh, tepatnya setelah Cheon Eun dibawa ke Ausi.
“Biarkan sajalah”. Jawab Minri sekenanya.
Pagi itu, Him Jung benar-benar bersemangat. Dan tanpa disadarinya ada sepasang mata yang sedang menatapnya sambil tersenyum. Dia adalah sang Presdir. Ya, ternyata Presdir sudah sampai di Seoul.
“Oppa”. Panggil Jihyun ketika Presdir baru saja masuk kedalam kantor.
Presdir Uhm segera menghentikan langkahnya ketika dia mendengar sebuah suara memanggilnya.
“Ada apa?” tanyanya ketika menemukan sosok dongsengnya dibelakangnya.
“Oppa, kau tau  apa yang terjadi dengan Him Jung Oppa? Dia kelihatan aneh hari ini”. Tanya Jihyun penasaran.
“Him Jung?”. Presdir melihat kearah Him Jung yang masih sibuk hilir mudik sambil menyapa setiap pegawai yang dilewatinya. Kemudian presdir tersenyum.
“Oh, biarkan saja seperti itu”. Jawab Presdir.
Presdirpun melanjutkan langkahnya menuju ruangannya dilantai atas. Meninggalkan dongsaenhnya yang semakin kebingungan.
“Kenapa Tae Gun Oppa dan Minri eonnie punya jawaban yang sama?”. Tanya Jihyun pada dirinya sendiri.
.
.
.
Seminggu kemudian.
Di Rumah Sakit Ausi. 8 jam sebelum operasi pencangkokan hati. Cheon Eun menghapus kegelisahannya dengan jalan-jalan berkeliling RS. Tidak sengaja dia melintasi kamar pasien yang menderita penyakit yang sama dengannya. Dia ingin masuk kekamar itu, api langkahnya terhenti karena mendengar tangisan orang dari dalam kamar itu. Cheon Eun memilih berdiri diluar dan menyaksikan pemandangan mengharukan itu dari celah pintu yang ia buka sedikit.
“Maafkan Eomma Boram, harusnya eomma lebih berusaha keras mencari pendonor hati itu”. Ucap seorang wanita paruh baya yang duduk disisi kanan si pasien.
“Gwaenchana Eomma, aku akan baik-baik saja, dan akan tetap baik-baik saja meski tanpa pencangkokan hati itu”. Jawab si pasien, berusaha tegar.
“Bukankah kemarin sudah ada pendonor?”. Tanya Appa Boram.
“Iya, tapi sudah ada yang lebih dulu menerimanya”. Jawab Sang Eomma lirih.
“Seandainya Eomma bisa memohon pada pasien itu untuk merelakan pencangkokan hati itu untuk Boram, Eomma pasti akan mmelakukannya. Lanjut eomma Boram.
“Eomma, kalau itu eomma lakukan, sama saja eomma membunuh orang lain, demi anak eomma. Dan Boram tidak ingin itu terjadi”. Jawab Boram disela air mata yang mengalir dipipinya.
Cheon eun meneteskan air matanya cukup banyak. Mendengar dan menyaksikan percakapan mengharukan itu. Cheon Eun menjadi bimbang. Satu sisi dia bahagia, karena dengan operasi ini, kemungkinanya untuk sembuh adalah 85%, dengan begitu dia bisa berkumpul lagi dengan semua orang yang ia sayangi. Tapi disisi lain, hati Cheon Eun tercabik-cabik. Bagaimana bisa dia berbahagia saat orang lain sedang bersedih karena kesempatannya untuk hidup direbut olehnya.
Ditengah kebimbangan itu, Cheon Eun memantapkan hatinya, berjalan menuju ruangan dokter.
“Permisi Dokter”. Ucap Chein Eun dan masuk keruangan kecil itu.
“Oh, Nona Cheon Eun, silakan duduk. Kau pasti deg-degan menanti operasimukan?”. Tebak Dokter.
“Tenang masih 7 jam lagi”. Lanjutnya.
“Bukan itu dokter. Aku kemari ingin menanyakan sesuatu. Tentang pasien dikamar 1473”. Tukas Cheon Eun perlahan-lahan.
“Ada apa? Dia pasien kanker hati stadium 4”. Tanya Dokter sekaligus memberikan fakta baru yang semakin mengoyak hati Cheon Eun.
“Stadium 4?”. Tanya Cheon Eun sangat kaget.
“Iya, memang ada apa?”. Tanya Dokter.
“Dokter, Eotteohke?”. Tanya Cheon Eun yang tampak semakin frustasi.
“Memangnya ada apa?”. Dokter mengulangi lagi pertanyaannya.
Cheon Eun sama sekali tidak berniat menjawab pertanyaan Dokter Peter. Dia terlihat berpikir hingga meneteskan air mata dan membuat Dokter Peter semakin khawatir.
“Cheon Eun, are you ok?”. Tanya sang Dokter memastikan.
“Dokter”. Ucap Cheon Eun secara mendadak, dan sukses membuat Si Dokter terkejut.
“Aku sudah memutuskan. Jadi aku akan..........”.
.
.
.
            Cheon  Eun kembali ke kamarnya, dan merapikan barang-barangnya memasukkan kedalam koper. Padahal barang-barang itu baru saja dirapikan Cheon Bin.
“Hey, apa yang kau lakukan? Baru saja aku selesai merapikannya”. Protes Cheon Bin.
“Kita pulang saja eonnie”. Jawab Cheon Eun dan sukses membuat Cheon Bin menarik napas panjang.
“Mau mengambil apa, seharusnya tidak perlu memasukkan barang-barang kekoper lagi. Kau bisa minta Umma membawakannya”. Balas Cheon Bin.
“Maksudku, kita pulang. Pulang dan membatalkan Operasi ini”. Cheon Eun semakin memperjelas ucapannya.
“Apa? Apa yang tadi kau katakan Nam Cheon Eun?”. Cheon Bin tampak mulai emosi.
“Aku bilang, ayo kita pulang. Aku sudah membatalkan operasinya”. Ulang Cheon Eun.
“Ya! Apa kau sudah gila? Operasinya sebentar lagi, kau jangan bercanda Nam Cheon Eun”. Cheon Bin bicara dengan nada tinggi.
“Aku tahu, karena itulah kita harus pulang. Karena aku tidak bercanda”. Cheon Eun masih memasang ekspresi wajah yang datar begitu kontras dengan ekspresi wajah eonnienya.
“Tidak Cheon Ein, apa yang terjadi?”. Tanya Cheon Bin yang merasa ada sesuatu yang salah dengan dongsaengnya itu.
            Dengan tiba-tiba Cheon Eun memeluk tubuh yang tidak kalah mungil dari tubuhnya itu. Perlahan Cheon Bin merasa ada sesuatu yang basah dibahu kanannya. Sangat pasti saat ini adiknya itu sedang membuang air mata.
“Cheon Bin, aku menyayangimu, Umma dan juga Appa. Aku sangat menyayangi kalian”. Ucap Cheon Eun lirih disela isakannya.
            Cheon Bin pun sontak terdiam, tidak ingin lagi bertanya pada dongsaengnya yang ia tahu kini semakin menangis. Cheon Bin tidak tahu alasan Cheon Eun membatalkan operasinya, tapi satu yang Cheon Bin tahu, Cheon Eun bukan orang bodoh yang akan melakukan sesuatu tanpa berpikir panjang.
.
.
.
            Dalam perjalanan menuju kediaman keluarga Nam di Perth.
“Eonnie, nanti bantu aku bicara dengan Umma dan Appa ya”. Pinta Cheon Eun yang tengah menyandarkan kepalanya di sandaran kursi mobil.
“Haaa... Kau takut ya?”. Goda Cheon Bin.
“Untuk apa aku takut? Mereka kan orang tua ku”. Jawab Cheon Eun sambil mencibir imut.
“Hem... Hem... baiklah. Apa yang tidak eonnie lakukan untukmu Nae Yeppeo Dongsaeng”. Jawab Cheon Bin masih dengan kata-kata menggoda yang sukses membuat wajah Cheon Eun merona hebat.
“Hah, eonnie...”.
Sesampainyamereka di pekarangan Rumah, tampak Umma dan Appa mereka baru saja akan keluar dari rumah.
“A... Cheon Eun, kau tidak sabar ya, sampai-sampai kau pulang menjemput Umma”. Tanya sang Umma.
“Umma”. Dengan segera Cheon Eun memeluk Ummanya.
“Ada apa?”. Tanya Umma dan Appa bersamaan.
“Umma, Appa, ayo masuk dulu. Sebaiknya kita bicarakan masalah ini didalam”. Ajak Cheon Bin pada kedua orangtuanya.
            Mereka berempatpun masuk kedalam rumah mereka.
“Katakan pada Umma, apa yang terjadi sebenarnya hingga kau pulang saat operasinya hanya menunggu beberapa jam lagi?”. Tanya Umma khawatir.
“Aku sudah membatalkan operasinya”. Jawab Cheon Eun dengan suara pelan, takut Appanya terkena serangan jantung karena ulah kekanakannya –menurut orang yang tidak tahu-
“Nam Cheon Eun, apa yang kau lakukan?”. Jelas, Cheon Eun sudah memprediksi pasti sang Appa yang akan duluan memmberi respon.
“Kau tahu? Appa bersusah payah mendapatkan donor hati yang cocok untukmu. Tapi begitu didapat dengan mudah kau membatalkannya”. Appa terdengar sangat kecewa.
“Dengarkan dulu penjelasan Cheon Eun Appa”. Cheon Bin menenangkan Appanya.
“Ada orang lain yang lebih membutuhkan operasi itu daripada aku”. Akhirnya Cheon Eun memberanikan dirinya untuk membuka suara.
“Dia masih kecil dan mempunyai banyak mimpi. Dia sudah stadium akhir sementara aku masih stadium awal. Menurutku, aku masih bisa menunggu, tapi dia? Dia tidak bisa menunggu lagi Umma, Appa. Aku sudah yakinkan hatiku. Inilah jalan yang akan aku ambil. Aku tidak akan pernah menyesalinya. Aku berjanji Umma-Appa”. Janji Cheon Eun.
            Sama seperti Cheon Bin tadi, Umma sangat mengerti perasaan Cheon Eun. Begitu juga dengan Appa. Mereka sudah sangat mengenal sifat putri bungsunya itu. Akhirnya, mereka semua bisa menerima keputusan besar Cheon Eun.
.
.
.
Di kantor TOPentertainment.
            Him Jung terlihat sedang mempelajari lagu barunya. Ditengah latihannya, Presdir Uhm datang menghampirinya.
“Melihat kau seperti ini, aku jadi ingin tertawa meningat kejadian beberapa waktu lalu”. Sapanya yang berhasil membuat Him Jung sedikit terkejut.
“Tae Gun”. Panggilnya tanpa rasa berdosa.
            Presdir Uhm memukul kepala Him Jung pelan.
“Tidak sopan”. Ucapnya pura-pura marah.
“Hanya berdua, kenapa harus formal?”. Tanya Him Jung.
Sekali lagi Presdir memukul kepala Him Jung.
“Hah, berhenti memukul kepalaku”. Protes Him Jung.
“Him Jung, aku senang melihatmu seperti ini”. Ujar Presdir dihiasi senyum indah yang terpatri di wajah putihnya.
”Kau lihat? Akan aku lakukan apa saja yang bisa membuat Cheon Eun bangga padaku”. Ucapnya penuh percaya diri.
“Hah, satu hal yang tidak aku suka darimu, kau terlalu percaya diri”. Keluh Presdir, dan keduanya pun tertawa.
.
.
.
 
Setahun kemudian.
            Sebuah konser megah diadakan di Kota Seoul. Tak banyak musisi yang bisa mengadakan konser besar seperti ini. Hanya beberapa, dan salah satunya adalah musisi yang berada dibawah naungan TOPEntertainment, siapa lagi kalau bukan GOO HIM JUNG.
“Nae salmi haru haru kumeul kuneun gotchorom, nowa hamkke mojubomyo sarangha lsuitdamyeondashi ilosol goya, naege sojung haetdon gieoksokhi haengbokdeul, himdan shigan sokesodo doukda suhaetdon, huimagen naegen saranghaneun neoreul”.
            Goo Him Jung bernyanyi dengan sangat baik. Membuat semua penggemarnya tak henti-hentinya meneriaki namanya, seperti konser-konser sebelumnya. Disudut lain, seorang gadis tampak menatap Him Jung dengan senyuman manis yang terus terkembang sejak konser dimulai tadi. Dan gadis itu, bukan Nam cheon Eun.
“Hah, dia tampan sekali”. Pujinya sambil terus memandangi sang mega bintang.
“Kau menyukainya?”. Tanya pria yang berdiri di sebelahnya, yaitu Presdir.
            Ya, sepertinya gadis ini ada hubungan sedikit dengan presdir atau dengan TOPEntertainment.
“Siapa yang tidak menyukai Pria Sempurna seperti Goo Him Jung?”. Jawabnya yang lebih terdengar seperti sebuah pertanyaan.
Dan presdir Uhm hanya bisa tersenyum.
“Lihat saja, dalam konser selanjutnya, Him Jung tidak akan sendirian lagi. Aku akan menemaninya, berada satu panggung dengannya”. Ucap Gadis itu dengan penuh percaya diri.
“Kau terlihat sangat yakin”. Sela Presdir.
“Tentu saja. Aku ini terlahir sebagai seorang gadis yang penuh percaya diri, BAE NARA”. Ucapnya diakhiri dengan senyuman manis keduanya.
.
.
.          
Konser kini sudah selesai, dan sekarang Presdir dan Nara bermaksud melihat Him Jung di Ruang Ganti.
“Oppa, cukkhaeyo... kau keren sekali”. Puji gadis itu saat didapatkannya sosok Him Jung yang terpantul dari sebuah cermin.
“Aku bisa pulang sekarang?”. Tanya Him Jung pada Presdir tanpa memperdulikan pujian Nara.
“Pulanglah, kau bekerja sangat baik”. Jawab Presdir.
“Terimakasih Seonsaengnim”. Balas Him Jung sebelum akhirnya pergi meninggalkan 2 insan itu.
Nara sontak mengerucutkan bibirnya saat dia tidak diperhatikan olh Him Jung.
“Dia itu kejam sekali”. Ujarnya.
            Dan lagi-lagi hanya mendapat senyum super manis dari Presdir.
.
.
.
Keesokan harinya, di Kantor TOPEntertainment.
“Haduh”. Manager Goo menghela napasnya kencang-kencang.
“Ada apa manager Goo Tanya Jihyun pada seniornya itu.
“Bagaimana ini, kita hanya punya satu songwriter, dan sampai sekarang belum kembali. Kita sudah tidak punya lagu baru yang akan dinyanyikan Him Jung”. Keluh Manager Goo.
“Benarkah? Lalu bagaimana?”. Tanya Jihyun.
“Apa Presdir sudah datang?”.
“Tadi saat aku berangkat, dia masih membaca koran”. Jawab Jihyun.
“Hm, aku sendiri bingung apa yang harus kita lakukan”. Ucap Manager Goo.
“Apalagi kak Him Jung hanya mau menyanyikan lagu yang diciptakan oleh kak Cheon Eun”. Timpal Jihyun, menambah kerutan di dahi Manager Goo.
“Ah, aku tidak tahu, aku bisa gila menghadapi dongsaeng menyebalkan seperti dia. Memang apa bedanya lagu ciptaan si A dengan lagu ciptaan si B? Kalau bagus ya bagus saja”. Keluh Manager Goo untuk kesekian kalinya.
            Dua sahabat –Goo Minri dan Uhm Jihyun- itu pun menghela napas lelah mereka berbarengan.
.
.
.
Disebuah kafe, Presdir terlihat sedang minum kopi bersama dua artisnya, Goo Him Jung dan Bae Nara. Jangan tanya kenapa hanya mereka berdua yang seperti dispesialkan oleh Presdir. Him Jung pada dasarnya adalah sahabatnya, dan Nara, adalah adik sahabatnya. Suasana begitu hening, Him Jung tidak tertarik untuk berbicara, dia hanya sibuk memutar ujung jari telunjuknya di mulut cangkir. Presdir hanya diam melihat tingkah artisnya itu. Dia paham betul apa yang dirasakan Him Jung saat ini. Sementara Nara, sejak tadi sibuk meniup kopinya yang tentu saja sudah tidak panas lagi. Merasa tidak nyaman dengan kondisi saat ini, Nara memutuskan untuk membuka suara.
“Oppadeul, lihatlah kopi kalian sudah dingin, kapan kalian berencana akan meminumnya?”, tanya Nara tidak mungin.
            Namun kali ini bukan hanya Him Jung yang mengabaikan Nara, tapi juga Presdir Uhm. Him Jung tetap asyik memutar ujung jarinya pada bibir cangkirnya. Dan Presdir tetap setia memperhatikannya. Sampai akhirnya Him Jung bicara.
“Kenapa kau ajak aku keluar disaat seharusnya aku bisa bersantai di rumah?”.Protes Him Jung tanpa formalitas.
“Olahraga”. Jawab Presdir sekenanya.
“Olahraga?”. Tanya Him Jung tidak percaya sebab dia keluar dihari yang begitu dingin ini hanya sebuah alasan kekanakan -menuutnya-.
“Ya, meski libur, kau harus tetap menjaa kesehatanmu”. Jawab Presdir.
“Dan lagi, kenapa kau ajak dia? Siapa dia?” tanya Him Jung sinis.
“Memangnya kenapa?”. Tanya Nara sedih.
“Dia sudah menjadi bagian dari kita, dan aku berencana membuat proyek duet kau dan dia”. Jawab Presdir.
“Mungkin kau lupa, jadi mari aku ulangi. Aku tidak akan berduet dengan siapapun di dunia ini, kecuali Nam Cheon Eun. Jadi mohon maaf aku menolak idemu”. Him Jung menjawab dengan tegas.
“Begitu? Hm, padahal jika kau setuju, kita bisa gunakan lagu duet yang dibuat Cheon Eun”. Balas Presdir menyayangkan.
“Dibuat Cheon Eun? Tadi kau bilang apa? Lagu Cheon Eun?”. Raut wajah Him Jung mendadak berubah drastis.
“Ya”. Singkat, Padat, dan pada kenyataanya tidak jelas.
            Seketika itu juga Him Jung segera berlari meninggalkan Presdir dan Nara. Dia tidak perduli meski sepanjang jalan saat ini orang-orang berteriak histeris karena dirinya, bahkan sampai mengejarnya. Saat ini yang ada di pikiran Him Jung hanyalah 1 nama, ‘NAM CHEON EUN’. Begitu sampai di kantor, orang pertama yang dicarinya adalah kakaknya, Manager Goo.
“Minri,... Minri,...” panggilnya sambil berusaha menstabilkan napasnya.
            Goo Minri yang bingung melihat tingkah namdongsaengnya itu segera menghampiri bungsu keluarga Goo itu.
“Him Jung, kau dikejar dihantu?” tanya Manager Goo.
“Kak,,,, Mana??....Dimana lagunya??...” pinta Him Jung dengan napas masih tersengal-sengal.
“Lagu? Lagu apa? Kau menitipkan lagu padaku?”. Tanya Minri dengan polosnya.
“Ani, lagu dari Cheon Eun”. Ujar Him Jung.
“Lagu dari Cheon Eun?”. Tanya Minri masih 100% bingung.
“Iya, Presdir bilang ada lagu dari Cheon Eun”. Jawab Him Jung.
“Tapi tidak ada stok lagu baru hasil ciptaan Cheon Eun disini. Kau tidak tahu betapa stressnya aku karena masalah ini?”. Jawab serta tanya Minri.
            Jawaban Manager Goo membuat Him Jung serasa dihempas ke bumi dari ketinggian yang teramat sangat. Dia kehilangan semangatnya, merasa ditipu mentah-mentah oleh bossnya. Dia berjalan dengan lambat. Sangat kontras dengan caranya datang ke kantor itu. Dia kembali ke kafe untuk mengambil ponselnya yang ia tinggalkan, sekaligus meminta penjelasan atas kebohongan Presdirnya, tentunya jika Presdir Uhm belum meninggalkan tempat itu. Dan benar saja, dua makhlu itu –Presdir dan Nara- masih berada disana. Dengan raut wajah tenang atau dibuat tenang, setenang mungkin.
“Presdir, apa benar Nona Nam Cheon Eun mengirimkan lagu untuk Him Jung?”. Tanya Nara        penasaran.
            Belum sempat pertanyaan Nara dijawab oleh Presdir, Him Jung sudah datang menghampiri mereka dengan aura yang kurang menyenangkan.
“A,,, Oppa kau kembali??”. Sambut Nara dengan semangatnya tanpa mengimbangi raut wajah Him Jung yang benar-benar jauh dari kata semangat.
            Entah ini yang keberapa kalinya, tetapi Him Jung tetap tidak menggubris ucapan Nara, meski satu hurufpun. Dia tetap mengacuhkan Yeoja berambut pendek itu.
“Kenapa kau ini? Kau sengaja mempermainkanku?”. Serangnya begitu sampai didekat mereka berdua.
Presdir hanya menoleh kearah Him Jung sebentar, kemudian kembali fokus meneguk kopinya yang sudah benar-benar dingin.
“Uhm Tae Gun, jawab aku. Apa maksud mu mengatakan hal bohong tadi?”. Tanya Him Jung berapi-api.
“Kenapa kau menyalahkan aku? Memang tadi aku bilang apa? Apa aku mengatakan lagu itu dikirim Cheon Eun? Sampai-sampai kau segera ke kantor dan mencari filenya?”. Tantang Presdir.
“Apa maksudmu?”. Emosi Him Jung masih meluap.
“Aku tidak bilangkan kalau lagu itu dikirim Cheon Eun?”. Presdir berucap dengan suara yang tenang.
Him Jung hanya terdiam mendengar ucapan Presdir, begitu juga dengan Nara. Him Jung yang biasa cepat mengerti saja mendadak dibuat lamban apalagi Nara yang memang sedikit ‘lola’.
“Kau selalu saja mengandalkan emosimu, tanpa berpikir lagi. Him Jung berusahalah bersikap dewasa, kau bukan lagi anak 13 tahun yang berdiri di belakang Minri dan Aku, tiap kali seseorang mengganggumu. Kendalikan tempramentmu itu. Aku akui, sedikit banyak hal tadi itu juga kesalahan ku. Dengan kondisimu saat ini, tidak seharusnya aku mengatakan hal-hal penuh harapan seperti itu. Tapi dari sana aku bisa melihat, kau belum bisa menguasai dirimu sendiri”. Ucap Presdir pelan namun dengan efek penegasan disetiap kalimatnya.
            Him Jung diam sejenak, dia seperti mengiyakan semua yang dikatakan Presdir Uhm dalam hatinya. Kemudian dia mendudukan dirinya yang sejak tadi terus berdiri, mencoba menenangkan pikirannya. Sementara Nara, dengan mulut terkatup, terus memperhatikan fenomena dihadapannya. Entah kenapa dia tidak beranjak saja dari tempat yang mencekam itu. Saat Him Jung terlihat lebih tenang, Presdir Uhm melanjutkan ucapannya.
“Him Jung, mengenai lagu itu....”. Presdir menggantungkan ucapannya, menunggu respon yang mungkin akan diberkan oleh Namja berambut caramel itu.
Benar saja, Him Jung segera menatap Presdir begitu Presdir menyinggung soal lagu itu.
“Aku memang memilikinya”. Sambung Presdir.
Kali ini Nara ikut kaget bersama Him Jung. Tetapi dia sadar posisi dan memilih untuk terus menjadi pendengar.
“Seonsaengnim”. Panggilan Him Jung yang sopan sudah kembali, dan membuat Presdir bersorak dalam hati.
“Ya, aku memilki lagu itu, dan......”. Presdir mengerem ucapannya atau lebih tepatnya direm oleh ucapan Him Jung.
“Jangan berdusta lagi Presdir, kau bilang dia tidak mengirimkannya”.
“Memang tidak dikirim. Tapi diberikan langsung padaku. Saat aku mengunjunginya di Australi setahun yang lalu”. Aku Presdir.
“Kau bergurau lagi?”. Him Jung masih sulit untuk percaya.
“Kalau kau tidak percaya, ikut aku keruanganku”. Ajak Presdir.
            Kemudian Presdir berdiri dan melambaikan uang pada pelayan disana, menandakan dia sudah selesai dan ingin membayar. Setelah itu Presdir pergi disusul Nara.
“Apa-apaan ini? Apa yang dilakukan tikus kecil itu?”. Protes Him Jung dan kemudian memilih menyusul Presdir.
.
.
.
Him Jung, Nara dan Presdir sudah berada diruangan bernuansa outih milik Presdir mereka yang tampan.
“Hei, tikus kecil, kenapa kau selalu mengikuti kami?”. Tanya Him Jung sedikit ketus.
            Tapi sepertinya kali ini Nara tidak ingin diremehkan lagi.
“Aku tidak mengikutimu”. Jawab Nara.
“Apa?”.
“Aku mengikuti Presdir Uhm”. Lanjut Nara.
“Kau siapa? Istrinya? Pacarnya?”. Him Jung semakin meninggikan suaranya. Tetapi kemudian Presdir menengahi perdebatan itu.
“Dia adik temanku, Namin, kau juga mengenalnya kan? Dia cukup dekat dengan Minri”. Ucap Presdir.
“Apa?”. Him Jung sedikit terkejut mengetahui, yeoja aneh –menurutnya- ini adalah adik dari senior yang cukup dia kagumi.
“Hei, ayolah”. Presdir menepuk undak Him Jung dan itu membuat Him Jung terdiam, mereka seolah melupakan kejadian beberapa menit yang lalu.
“Ini harta karun yang ditinggalkan Cheon Eun”. Presdir menyerahkan sebuah skrip lagu pada Him Jung.
Him Jung menrima dan membaca Skrip itu.. saat Nara ingin ikut melihat, Him Jung menjauhkan keras itu dari pandangan Nara, sontak Nara menyipitkan matanya dn mencibir.
“Ini lagu yang ditulisnya dulu”. Him Jung tersenyum, sudah lama sekali senyum tulus itu absen dari wajah tampannya.

/Flashback On/
            Seorang yeoja manis sedang mengarang sebuah lagu di meja kerjanya, sedangkan seorang namja yang tidak kalah manis sedang berbaring di sofa di ruang kerja itu sambil mendengarkan musik, memejamkan mata, dan mengikuti lirik-lirik dari lagu itu –kelihatanya seperti itu-. Beberapa saat kemudian, yeoja itu tertawa dan sukses membuat sang namja bingung. Apakah tawa yeoja ini terlalu keras atau namja itu yang tidak terlalu mendengarkan mp3 nya, sampai-sampai dia terkejut saat yeoja itu tertawa.
“Hei, Wae guraeo? Kau seperti kerasukan saja”. Tanyanya pada yeoja itu.
“Oppa, kau bisa mendengar suaraku meski telingamu terpasang headphone?”. Tanya yeoja itu mengabaikan pertanyaan si namja.
            Namja itu bejalan mendekati si yeoja, dia memasangkan headphonenya ditelinga yeoja mungil itu.
“Mwo? Tidak ada suaranya?”. Yeoja itu mengernyitkan dahinya.
“Aku lebih suka mendengar suaraku sendiri, dari pada suara orang lain”. Jawab namja itu.
“Kau terlalu percaya diri Tuan”. Si Yeoja hanya memeletkan lidahnya saat mendengar jawaban Si Namja.
“Begitu lebih baik”. Jawab Si Namja santai.
            Kini dia sudah duduk berhadapan dengan Si Yeoja dengan dagu bertumpu diatas meja dan matanya menatap yeoja itu lekat-lekat.
“Apa yang kau tertawakan tadi?”. Tanyanya penasaran.
“Tidak ada”. Jawab yeoja itu sambil terus menulis.
“Ya, Nam Cheon Eun~ssi, kau beranimain rahasia-rahasiaan dengan ku ne?”.
“Odie? Tidak ada rahasia Goo Him Jung~ssi”. Balas Cheon Eun sambil menempelkan kedua telapak tangannya di wajah Him Jung.
            Him Jung mengambil kertas yang sedang ditulis Cheon Eun.
“Hei, kembalikan, itu tidak sopan”.
            Him Jung menjauhkan kertas itu saat Cheon Eun mencoba menggapainya. Cheon Eun terlalu pendek untuk merebut kertas itu dari tangan Him Jung yang tingginya jauh diatas Cheon Eun. Akhirnya dia merelakan kertas itu dibaca oleh Him Jung.
“Oh,,, lirik yang indah. Ini duetkan? Apa kita akan berduet?”. Tanya Him Jung antusias.
“Tidak mungkin, aku tidak bisa bernyanyi”.
“Hei, siapa yang bilang kau tidak bisa bernyanyi, kalau boleh jujur bahkan suaramu dua tingkat diatasku”. Puji Him Jung.
“Hei, Goo Him Jung, aku tidak ingin menjadi sainganmu ataupun partner duetmu, cukup aku menjadi songwritermu saja, itu sudah membuatku bahagia. Karena aku tidak ingin membagi kasih sayangku padamu untuk fansku nantinya”.
Him Jung tersenyum mendengar jawaban Cheon Eun, bangga sekali dia memiliki Kekasih seperti Cheon Eun. 
“Boleh aku minta sesuatu?”. Tanya Him Jung.
“Mworago?”.
“Untuk lagu yang kau tulis ini, aku minta, berduetlah denganku, hanya lagu ini, aku mohon”. Pinta Him Jung.
“Baiklah, tapi tidak sekarang, aku belum siap”. Jawab Cheon Eun.
Baik, kita cari moment yang pas untuk kita nyanyikan lagu ini bersama”. Usul Him Jung.
“Setuju. Lagi pula lagunya juga belum selesai”.
“hm... kalau begitu selesaikanlah”.
Mereka berduapun tersenyum.

/Flashback Off/

Kertas itu direbut Nara dari tangan Him Jung dan segera dibacanya.
“Ha, liriknya indah sekali. Apa ini untuk duet kami?”. Tanya Nara asal.
“Hei......”. Him Jung bermaksud inginmemprotes, tapi segera dipotong oleh Presdir.
“Ya, itu rencanaku”. Jawab Presdir.
“Tae Gun, harus berapa kali aku katakan? Aku tidak akan, tidak ingin dan tidak mau berduet dengan siapapun kecuali Cheon Eun. Apalagi untuk lagu ini. Ini lagu kami berdua, hanya kami berdua yang boleh menanyikannya”. Terang Him Jung melupakan tata kramanya lagi.
“Pertama, bersikaplah lebih formal karena ini kantor. Kedua, apa kau punya lagu untuk kau nyanyikan? Ini satu-satunya lagu yang tersisa”. Jelas Presdir.
“Kalau begitu, biarkan saja aku vakum dulu, sampai Cheon Eun kembali”. Tawar Him Jung.
“Vakum?? Heh... heh... Him Jung ternyata kau belum dewasa juga”. Ucap Presdir.
“Berhentilah mengukur kedewasanku, karena kau bukan ayahku, bahkan Minri tidak pernah aku izinkan melakukan itu”. Him Jung kembali meninggikan suaranya.
“Oppa. Kenapa kau tidak mau berduet dengan ku?”. Tanya Nara dengan wajah pabbonya.
            Him Jung tampak  sangat malas untuk menjawabnya, dia kemudian berdiri untuk mengambil kertas lagu di tangan Nara, tetapi dengan cepat Nara berdiri dan menjauhkannya dari jangkauan Him Jung. Him Jung kesal, sementara Presdir memilih untuk diam dan memperhatikan mereka. Beberapa saat Nara dan Him Jung berebut kertas itu, sampai kertas itu terlepas dan ditangkap oleh tangan yang tiba-tiba muncul dari balik dinding yang menutupi pintu masuk ruangan presdir. Begitu orang itu memperlihatkan wajahnya, ketiga orang diruangan itu terperanjat.
.
.
.
 
 
TBC
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar