LOVE
"Not About Four Words"
Pertama-tama saya mau say “mian” aja dulu deh... Kalau-kalau ada
readers yang ngerasa karyanya saya ini mirip atau sama dengan sebuah karya
lain. Tapi bener deh, ini asli karangan saya sendiri. Ya, kalau temanya rada
sama ama karya laen, ya saya minta maaf. Saya kan pemula, diawal-awal boleh
dong, entaran saya bakal berusaha lebih baik lagi. Ok... chingudeul... Just
read my story and be happy!!
Cast:
v
Cho Kyuhyun as Goo Him
Jung
v
Choi Eun Joon as Nam
Cheon Eun
v
Choi Rae Neul as Bae
Nara
v
Song Joong Ki as Uhm
Tae Gun
v
Baek Do Bin as Nam Hyun
Cheon
v
Han Chae Young as Min
Seo Kang
v
YoonA as Nam Cheon Bin
v
Suzy as Uhm Jihyun
v
Go Ara as Goo Minri
v
No Min Woo as Bae Namin
v
Lee Sungmin as Anh Jae
Wook
Oke. Itu dia para pemainnya. Jadi readers anggap aja ini skenario
drama ya, biar dapet gregetnya. Maklum, saya bener-bener terobsesi menjadi
sutradara sekaligus Aktris, hehe.
Selamat membaca deh, inget konsepnya, baca, pahami, khayali... happy Reading!!
.................................................................................................................................
Summary:
Kehidupan tak akan seindah dan semulus yang kau inginkan. Suatu saat
akan ada masalah yang harus kau hadapi. (Begitu aja, summary nya...
hahahaha)
................................................................................................................................
“Presdir”. Sapa Cheon Eun dengan nada suara sedikit tidak percaya.
“Cheon Eun”. Presdir balas menyapa gadis mungil itu.
“Oh, ini boss Cheon Eun ya? A, perkenalkan, aku Cheon Bin, kakaknya”.
Cheon Bin mengulurkan tangannya untuk bersalaman dan segera disambut hangat
oleh Presdir muda itu.
“Baiklah, aku akan biarkan kalian bicara berdua. Cheon Eun, eonnie
keluar dulu”. Ucap Cheon Bin.
“Ya”. Respon Cheon Eun.
Setelah Cheon Bin pergi, dikamar itu hanya ada
Cheon Eun dan Presdir Uhm, dan keduanya terlihat canggung satu sama lain.
“Aku masih tidak percaya, presdir menyusulku kemari. Tapi bukankah aku
sudah mengirimkan surat izin untuk beberapa hari?”. Tanya Cheon Eun penasaran.
“Ya, memang benar”. Jawab Presdir santai.
“Lalu?”. Tanya Cheon Eun dengan polosnya.
“Benarkah kau sakit? Kau tidak seperti orang sakit”. Tanya Presdir
mencoba mengalihkan pembicaraan.
“Tentu saja, aku inikan kuat presdir”. Jawab Cheon Eun dengan sebuah
gurauan.
Mendengar semangat Cheon Eun yang cukup besar,
Presdirpun tersenyum manis.
“Kelihatannya kau akan keluar hari ini ya?”. Tanya Presdir.
“Iya, bau obat-obat di ruangan ini bisa meracuni otakku”. Jawab Cheon
Eun.
Presdir tersenyum lagi.
“Berapa lama Presdir di Ausi?”.
“Aku hanya ingin menjengukmu. Paling, setelah ini aku sudah terbang
kembali ke Seoul”. Jawab Presdir.
“Oh iya. Apa kedatangan presdir ini ada hubungannya dengan Him Jung?”.
Tanya Cheon Eun.
“Mungkin iya”. Jawab Presdir sekenanya.
“Presdir”. Ucap Cheon Eun pelan sekali.
“Dia seperti mayat hidup”.
Cheon Eun menundukkan kepalanya.
“Kau tidak ingin menemuinya?”. Tanya Presdir.
“Keluargaku bilang, sebaiknya aku fokus dulu pada pengobatanku”. Tutur
Cheon Eun.
“Bagaimana kalau Him Jung mencari penggantimu?”. Tanya Presdir dengan
maksud menggoda.
Dan pertanyaan itu sukses membuat Cheon Eun
semakin menunduk sedih.
“Aku sudah siap untuk itu semua. Jika memang dia akan mendapatkan
penggantiku selama kami berpisah, aku akan merelakannya”. Balas Cheon Eun
dengan segenap kepasrahan.
“Hm... Cheon Eun, aku yakin baik Him Jung ataupun dirimu pasti bisa
menjaga hati kalian masing-masing. Tapi aku takut ini akan sangat berat untuk
kalian. Apalagi melihat keadaan Him Jung saat ini. Jika terus seperti ini,
karirnya bisa mati”. Terang presdir.
”Lalu aku bisa apa Presdir?”. Tanya Cheon Eun sedikit frustasi.
“Kau pergi secara tiba-tiba dari hidupnya. Jelas dia belum bisa
menyesuaikan. Saat ini dia ingin tahu kabarmu. Ingin melihatmu atau sekedar
mendengar suaramu”. Respon Presdir.
“Jadi?”. Cheon Eun bertanya lagi.
“Hubungi dia”. Jawab presdir.
“Apa?”. Cheon Eun tampak tak mengerti.
“Ya, hubungi dia, katakan keadaanmu. Buat dia merasa tenang dan merasa
dipikirkan olehmu”. Usul Presdir.
Akhirnya Cheon Eun setuju untuk menelpon Him Jung.
Beberapa saat kemudian telepon merekapun terhubung. Terdengar sebuah suara yang
begitu dirindukan Cheon Eun. Suara yang sudah beberapa hari tidak didengarnya.
“Cheon Eun, Nam Cheon Eun, ini benar dirimukan? Benar suaramukan? Ayo bicara,
agar aku yakin ini bukan mimpi”. Seolah hanya punya waktu 3 detik, Him Jung
segera memborong semua pertanyaan kepada Cheon Eun.
“Oppa, jangan cemas, aku akan baik-baik saja. Bulan depan aku akan
kembali ke Seoul. Jadi kau jangan cemas. Doakan aku, seminggu lagi aku akan
menjalani operasiku”. Ucap Cheon Eun.
“Nam Cheon Eun”. Ujar Him Jung pelan.
“Setelah Operasinya berhasil, kita akan bersama-sama lagi. Kalau saat
pulang nanti kulihat keadaanmu menyedihkan dan tidak seperti yang aku harapkan,
aku tidak akan pernah memaafkanmu Him Jung”. Ancam Cheon Eun.
“Mwo? Baiklah-baik, aku berjanji saat kau pulang nanti, kau akan sangat
bangga padaku, percayalah”. Janji Him Jung.
Cheon Eun menutup telponnya sambil tersenyum. Ada
kebahagiaan tersendiri yang ia rasakan saat ini, dan itu karena satu nama, GOO
HIM JUNG.
.
.
.
Di Kota Seoul, kantor TOPentertainment.
“Pagi”
“Pagi”
“Pagi”
“Pagi Noona”.
“Pagi Tn. Park”.
“Pagi Jihyun”.
Him Jung menyapa semua orang yang ia temui.
“Ada apa dengan anak itu? Seingatku kemarin dia baru saja mau
melemparku dengan botol”. Komentar Minri melihat tingkah dongsaeng semata
wayangnya.
“Apa Him Jung Oppa baik-baik saja?”. Tanya Jihyun yang sedikit khawatir
dengan perubahan sikap Him Jung yang tiba-tiba. Mengingat kemarin dia selalu
bersikap aneh, tepatnya setelah Cheon Eun dibawa ke Ausi.
“Biarkan sajalah”. Jawab Minri sekenanya.
Pagi itu, Him Jung benar-benar bersemangat. Dan
tanpa disadarinya ada sepasang mata yang sedang menatapnya sambil tersenyum.
Dia adalah sang Presdir. Ya, ternyata Presdir sudah sampai di Seoul.
“Oppa”. Panggil Jihyun ketika Presdir baru saja masuk kedalam kantor.
Presdir Uhm segera menghentikan langkahnya ketika
dia mendengar sebuah suara memanggilnya.
“Ada apa?” tanyanya ketika menemukan sosok dongsengnya dibelakangnya.
“Oppa, kau tau apa yang terjadi
dengan Him Jung Oppa? Dia kelihatan aneh hari ini”. Tanya Jihyun penasaran.
“Him Jung?”. Presdir melihat kearah Him Jung yang masih sibuk hilir
mudik sambil menyapa setiap pegawai yang dilewatinya. Kemudian presdir
tersenyum.
“Oh, biarkan saja seperti itu”. Jawab Presdir.
Presdirpun melanjutkan langkahnya menuju
ruangannya dilantai atas. Meninggalkan dongsaenhnya yang semakin kebingungan.
“Kenapa Tae Gun Oppa dan Minri eonnie punya jawaban yang sama?”. Tanya
Jihyun pada dirinya sendiri.
.
.
.
Seminggu kemudian.
Di Rumah Sakit Ausi. 8 jam sebelum operasi
pencangkokan hati. Cheon Eun menghapus kegelisahannya dengan jalan-jalan
berkeliling RS. Tidak sengaja dia melintasi kamar pasien yang menderita
penyakit yang sama dengannya. Dia ingin masuk kekamar itu, api langkahnya
terhenti karena mendengar tangisan orang dari dalam kamar itu. Cheon Eun
memilih berdiri diluar dan menyaksikan pemandangan mengharukan itu dari celah
pintu yang ia buka sedikit.
“Maafkan Eomma Boram, harusnya eomma lebih berusaha keras mencari
pendonor hati itu”. Ucap seorang wanita paruh baya yang duduk disisi kanan si
pasien.
“Gwaenchana Eomma, aku akan baik-baik saja, dan akan tetap baik-baik
saja meski tanpa pencangkokan hati itu”. Jawab si pasien, berusaha tegar.
“Bukankah kemarin sudah ada pendonor?”. Tanya Appa Boram.
“Iya, tapi sudah ada yang lebih dulu menerimanya”. Jawab Sang Eomma
lirih.
“Seandainya Eomma bisa memohon pada pasien itu untuk merelakan pencangkokan
hati itu untuk Boram, Eomma pasti akan mmelakukannya. Lanjut eomma Boram.
“Eomma, kalau itu eomma lakukan, sama saja eomma membunuh orang lain,
demi anak eomma. Dan Boram tidak ingin itu terjadi”. Jawab Boram disela air
mata yang mengalir dipipinya.
Cheon eun meneteskan air matanya cukup banyak.
Mendengar dan menyaksikan percakapan mengharukan itu. Cheon Eun menjadi
bimbang. Satu sisi dia bahagia, karena dengan operasi ini, kemungkinanya untuk
sembuh adalah 85%, dengan begitu dia bisa berkumpul lagi dengan semua orang
yang ia sayangi. Tapi disisi lain, hati Cheon Eun tercabik-cabik. Bagaimana
bisa dia berbahagia saat orang lain sedang bersedih karena kesempatannya untuk
hidup direbut olehnya.
Ditengah kebimbangan itu, Cheon Eun memantapkan
hatinya, berjalan menuju ruangan dokter.
“Permisi Dokter”. Ucap Chein Eun dan masuk keruangan kecil itu.
“Oh, Nona Cheon Eun, silakan duduk. Kau pasti deg-degan menanti
operasimukan?”. Tebak Dokter.
“Tenang masih 7 jam lagi”. Lanjutnya.
“Bukan itu dokter. Aku kemari ingin menanyakan sesuatu. Tentang pasien
dikamar 1473”. Tukas Cheon Eun perlahan-lahan.
“Ada apa? Dia pasien kanker hati stadium 4”. Tanya Dokter sekaligus
memberikan fakta baru yang semakin mengoyak hati Cheon Eun.
“Stadium 4?”. Tanya Cheon Eun sangat kaget.
“Iya, memang ada apa?”. Tanya Dokter.
“Dokter, Eotteohke?”. Tanya Cheon Eun yang tampak semakin frustasi.
“Memangnya ada apa?”. Dokter mengulangi lagi pertanyaannya.
Cheon Eun sama sekali tidak berniat menjawab
pertanyaan Dokter Peter. Dia terlihat berpikir hingga meneteskan air mata dan
membuat Dokter Peter semakin khawatir.
“Cheon Eun, are you ok?”. Tanya sang Dokter memastikan.
“Dokter”. Ucap Cheon Eun secara mendadak, dan sukses membuat Si Dokter
terkejut.
“Aku sudah memutuskan. Jadi aku akan..........”.
.
.
.
Cheon Eun kembali ke kamarnya, dan merapikan
barang-barangnya memasukkan kedalam koper. Padahal barang-barang itu baru saja
dirapikan Cheon Bin.
“Hey, apa yang kau lakukan? Baru saja aku selesai merapikannya”. Protes
Cheon Bin.
“Kita pulang saja eonnie”. Jawab Cheon Eun dan sukses membuat Cheon Bin
menarik napas panjang.
“Mau mengambil apa, seharusnya tidak perlu memasukkan barang-barang
kekoper lagi. Kau bisa minta Umma membawakannya”. Balas Cheon Bin.
“Maksudku, kita pulang. Pulang dan membatalkan Operasi ini”. Cheon Eun
semakin memperjelas ucapannya.
“Apa? Apa yang tadi kau katakan Nam Cheon Eun?”. Cheon Bin tampak mulai
emosi.
“Aku bilang, ayo kita pulang. Aku sudah membatalkan operasinya”. Ulang
Cheon Eun.
“Ya! Apa kau sudah gila? Operasinya sebentar lagi, kau jangan bercanda
Nam Cheon Eun”. Cheon Bin bicara dengan nada tinggi.
“Aku tahu, karena itulah kita harus pulang. Karena aku tidak bercanda”.
Cheon Eun masih memasang ekspresi wajah yang datar begitu kontras dengan
ekspresi wajah eonnienya.
“Tidak Cheon Ein, apa yang terjadi?”. Tanya Cheon Bin yang merasa ada
sesuatu yang salah dengan dongsaengnya itu.
Dengan tiba-tiba Cheon
Eun memeluk tubuh yang tidak kalah mungil dari tubuhnya itu. Perlahan Cheon Bin
merasa ada sesuatu yang basah dibahu kanannya. Sangat pasti saat ini adiknya
itu sedang membuang air mata.
“Cheon Bin, aku menyayangimu, Umma dan juga Appa. Aku sangat menyayangi
kalian”. Ucap Cheon Eun lirih disela isakannya.
Cheon Bin pun sontak
terdiam, tidak ingin lagi bertanya pada dongsaengnya yang ia tahu kini semakin
menangis. Cheon Bin tidak tahu alasan Cheon Eun membatalkan operasinya, tapi
satu yang Cheon Bin tahu, Cheon Eun bukan orang bodoh yang akan melakukan
sesuatu tanpa berpikir panjang.
.
.
.
Dalam perjalanan menuju
kediaman keluarga Nam di Perth.
“Eonnie, nanti bantu aku bicara dengan Umma dan Appa ya”. Pinta Cheon
Eun yang tengah menyandarkan kepalanya di sandaran kursi mobil.
“Haaa... Kau takut ya?”. Goda Cheon Bin.
“Untuk apa aku takut? Mereka kan orang tua ku”. Jawab Cheon Eun sambil
mencibir imut.
“Hem... Hem... baiklah. Apa yang tidak eonnie lakukan untukmu Nae
Yeppeo Dongsaeng”. Jawab Cheon Bin masih dengan kata-kata menggoda yang sukses
membuat wajah Cheon Eun merona hebat.
“Hah, eonnie...”.
Sesampainyamereka di pekarangan Rumah, tampak Umma
dan Appa mereka baru saja akan keluar dari rumah.
“A... Cheon Eun, kau tidak sabar ya, sampai-sampai kau pulang menjemput
Umma”. Tanya sang Umma.
“Umma”. Dengan segera Cheon Eun memeluk Ummanya.
“Ada apa?”. Tanya Umma dan Appa bersamaan.
“Umma, Appa, ayo masuk dulu. Sebaiknya kita bicarakan masalah ini
didalam”. Ajak Cheon Bin pada kedua orangtuanya.
Mereka berempatpun
masuk kedalam rumah mereka.
“Katakan pada Umma, apa yang terjadi sebenarnya hingga kau pulang saat
operasinya hanya menunggu beberapa jam lagi?”. Tanya Umma khawatir.
“Aku sudah membatalkan operasinya”. Jawab Cheon Eun dengan suara pelan,
takut Appanya terkena serangan jantung karena ulah kekanakannya –menurut orang
yang tidak tahu-
“Nam Cheon Eun, apa yang kau lakukan?”. Jelas, Cheon Eun sudah
memprediksi pasti sang Appa yang akan duluan memmberi respon.
“Kau tahu? Appa bersusah payah mendapatkan donor hati yang cocok
untukmu. Tapi begitu didapat dengan mudah kau membatalkannya”. Appa terdengar
sangat kecewa.
“Dengarkan dulu penjelasan Cheon Eun Appa”. Cheon Bin menenangkan
Appanya.
“Ada orang lain yang lebih membutuhkan operasi itu daripada aku”.
Akhirnya Cheon Eun memberanikan dirinya untuk membuka suara.
“Dia masih kecil dan mempunyai banyak mimpi. Dia sudah stadium akhir
sementara aku masih stadium awal. Menurutku, aku masih bisa menunggu, tapi dia?
Dia tidak bisa menunggu lagi Umma, Appa. Aku sudah yakinkan hatiku. Inilah
jalan yang akan aku ambil. Aku tidak akan pernah menyesalinya. Aku berjanji Umma-Appa”.
Janji Cheon Eun.
Sama seperti Cheon Bin
tadi, Umma sangat mengerti perasaan Cheon Eun. Begitu juga dengan Appa. Mereka
sudah sangat mengenal sifat putri bungsunya itu. Akhirnya, mereka semua bisa
menerima keputusan besar Cheon Eun.
.
.
.
Di kantor TOPentertainment.
Him Jung terlihat
sedang mempelajari lagu barunya. Ditengah latihannya, Presdir Uhm datang
menghampirinya.
“Melihat kau seperti ini, aku jadi ingin tertawa meningat kejadian
beberapa waktu lalu”. Sapanya yang berhasil membuat Him Jung sedikit terkejut.
“Tae Gun”. Panggilnya tanpa rasa berdosa.
Presdir Uhm memukul
kepala Him Jung pelan.
“Tidak sopan”. Ucapnya pura-pura marah.
“Hanya berdua, kenapa harus formal?”. Tanya Him Jung.
Sekali lagi Presdir memukul kepala Him Jung.
“Hah, berhenti memukul kepalaku”. Protes Him Jung.
“Him Jung, aku senang melihatmu seperti ini”. Ujar Presdir dihiasi
senyum indah yang terpatri di wajah putihnya.
”Kau lihat? Akan aku lakukan apa saja yang bisa membuat Cheon Eun
bangga padaku”. Ucapnya penuh percaya diri.
“Hah, satu hal yang tidak aku suka darimu, kau terlalu percaya diri”.
Keluh Presdir, dan keduanya pun tertawa.
.
.
.
Setahun kemudian.
Sebuah konser megah
diadakan di Kota Seoul. Tak banyak musisi yang bisa mengadakan konser besar
seperti ini. Hanya beberapa, dan salah satunya adalah musisi yang berada
dibawah naungan TOPEntertainment, siapa lagi kalau bukan GOO HIM JUNG.
“Nae salmi haru haru kumeul kuneun gotchorom, nowa hamkke mojubomyo
sarangha lsuitdamyeondashi ilosol goya, naege sojung haetdon gieoksokhi
haengbokdeul, himdan shigan sokesodo doukda suhaetdon, huimagen naegen
saranghaneun neoreul”.
Goo Him Jung bernyanyi
dengan sangat baik. Membuat semua penggemarnya tak henti-hentinya meneriaki
namanya, seperti konser-konser sebelumnya. Disudut lain, seorang gadis tampak
menatap Him Jung dengan senyuman manis yang terus terkembang sejak konser
dimulai tadi. Dan gadis itu, bukan Nam cheon Eun.
“Hah, dia tampan sekali”. Pujinya sambil terus memandangi sang mega
bintang.
“Kau menyukainya?”. Tanya pria yang berdiri di sebelahnya, yaitu
Presdir.
Ya, sepertinya gadis
ini ada hubungan sedikit dengan presdir atau dengan TOPEntertainment.
“Siapa yang tidak menyukai Pria Sempurna seperti Goo Him Jung?”.
Jawabnya yang lebih terdengar seperti sebuah pertanyaan.
Dan presdir Uhm hanya bisa tersenyum.
“Lihat saja, dalam konser selanjutnya, Him Jung tidak akan sendirian
lagi. Aku akan menemaninya, berada satu panggung dengannya”. Ucap Gadis itu
dengan penuh percaya diri.
“Kau terlihat sangat yakin”. Sela Presdir.
“Tentu saja. Aku ini terlahir sebagai seorang gadis yang penuh percaya
diri, BAE NARA”. Ucapnya diakhiri dengan senyuman manis keduanya.
.
.
.
Konser kini sudah selesai, dan sekarang Presdir
dan Nara bermaksud melihat Him Jung di Ruang Ganti.
“Oppa, cukkhaeyo... kau keren sekali”. Puji gadis itu saat
didapatkannya sosok Him Jung yang terpantul dari sebuah cermin.
“Aku bisa pulang sekarang?”. Tanya Him Jung pada Presdir tanpa
memperdulikan pujian Nara.
“Pulanglah, kau bekerja sangat baik”. Jawab Presdir.
“Terimakasih Seonsaengnim”. Balas Him Jung sebelum akhirnya pergi
meninggalkan 2 insan itu.
Nara sontak mengerucutkan bibirnya saat dia tidak
diperhatikan olh Him Jung.
“Dia itu kejam sekali”. Ujarnya.
Dan lagi-lagi hanya mendapat
senyum super manis dari Presdir.
.
.
.
Keesokan harinya, di Kantor TOPEntertainment.
“Haduh”. Manager Goo menghela napasnya kencang-kencang.
“Ada apa manager Goo Tanya Jihyun pada seniornya itu.
“Bagaimana ini, kita hanya punya satu songwriter, dan sampai sekarang
belum kembali. Kita sudah tidak punya lagu baru yang akan dinyanyikan Him
Jung”. Keluh Manager Goo.
“Benarkah? Lalu bagaimana?”. Tanya Jihyun.
“Apa Presdir sudah datang?”.
“Tadi saat aku berangkat, dia masih membaca koran”. Jawab Jihyun.
“Hm, aku sendiri bingung apa yang harus kita lakukan”. Ucap Manager
Goo.
“Apalagi kak Him Jung hanya mau menyanyikan lagu yang diciptakan oleh
kak Cheon Eun”. Timpal Jihyun, menambah kerutan di dahi Manager Goo.
“Ah, aku tidak tahu, aku bisa gila menghadapi dongsaeng menyebalkan
seperti dia. Memang apa bedanya lagu ciptaan si A dengan lagu ciptaan si B?
Kalau bagus ya bagus saja”. Keluh Manager Goo untuk kesekian kalinya.
Dua sahabat –Goo Minri
dan Uhm Jihyun- itu pun menghela napas lelah mereka berbarengan.
.
.
.
Disebuah kafe, Presdir terlihat sedang minum kopi
bersama dua artisnya, Goo Him Jung dan Bae Nara. Jangan tanya kenapa hanya
mereka berdua yang seperti dispesialkan oleh Presdir. Him Jung pada dasarnya
adalah sahabatnya, dan Nara, adalah adik sahabatnya. Suasana begitu hening, Him
Jung tidak tertarik untuk berbicara, dia hanya sibuk memutar ujung jari
telunjuknya di mulut cangkir. Presdir hanya diam melihat tingkah artisnya itu.
Dia paham betul apa yang dirasakan Him Jung saat ini. Sementara Nara, sejak
tadi sibuk meniup kopinya yang tentu saja sudah tidak panas lagi. Merasa tidak
nyaman dengan kondisi saat ini, Nara memutuskan untuk membuka suara.
“Oppadeul, lihatlah kopi kalian sudah dingin, kapan kalian berencana
akan meminumnya?”, tanya Nara tidak mungin.
Namun kali ini bukan
hanya Him Jung yang mengabaikan Nara, tapi juga Presdir Uhm. Him Jung tetap
asyik memutar ujung jarinya pada bibir cangkirnya. Dan Presdir tetap setia
memperhatikannya. Sampai akhirnya Him Jung bicara.
“Kenapa kau ajak aku keluar disaat seharusnya aku bisa bersantai di
rumah?”.Protes Him Jung tanpa formalitas.
“Olahraga”. Jawab Presdir sekenanya.
“Olahraga?”. Tanya Him Jung tidak percaya sebab dia keluar dihari yang
begitu dingin ini hanya sebuah alasan kekanakan -menuutnya-.
“Ya, meski libur, kau harus tetap menjaa kesehatanmu”. Jawab Presdir.
“Dan lagi, kenapa kau ajak dia? Siapa dia?” tanya Him Jung sinis.
“Memangnya kenapa?”. Tanya Nara sedih.
“Dia sudah menjadi bagian dari kita, dan aku berencana membuat proyek
duet kau dan dia”. Jawab Presdir.
“Mungkin kau lupa, jadi mari aku ulangi. Aku tidak akan berduet dengan
siapapun di dunia ini, kecuali Nam Cheon Eun. Jadi mohon maaf aku menolak
idemu”. Him Jung menjawab dengan tegas.
“Begitu? Hm, padahal jika kau setuju, kita bisa gunakan lagu duet yang
dibuat Cheon Eun”. Balas Presdir menyayangkan.
“Dibuat Cheon Eun? Tadi kau bilang apa? Lagu Cheon Eun?”. Raut wajah
Him Jung mendadak berubah drastis.
“Ya”. Singkat, Padat, dan pada kenyataanya tidak jelas.
Seketika itu juga Him Jung
segera berlari meninggalkan Presdir dan Nara. Dia tidak perduli meski sepanjang
jalan saat ini orang-orang berteriak histeris karena dirinya, bahkan sampai
mengejarnya. Saat ini yang ada di pikiran Him Jung hanyalah 1 nama, ‘NAM CHEON
EUN’. Begitu sampai di kantor, orang pertama yang dicarinya adalah kakaknya,
Manager Goo.
“Minri,... Minri,...” panggilnya sambil berusaha menstabilkan napasnya.
Goo Minri yang bingung
melihat tingkah namdongsaengnya itu segera menghampiri bungsu keluarga Goo itu.
“Him Jung, kau dikejar dihantu?” tanya Manager Goo.
“Kak,,,, Mana??....Dimana lagunya??...” pinta Him Jung dengan napas
masih tersengal-sengal.
“Lagu? Lagu apa? Kau menitipkan lagu padaku?”. Tanya Minri dengan
polosnya.
“Ani, lagu dari Cheon Eun”. Ujar Him Jung.
“Lagu dari Cheon Eun?”. Tanya Minri masih 100% bingung.
“Iya, Presdir bilang ada lagu dari Cheon Eun”. Jawab Him Jung.
“Tapi tidak ada stok lagu baru hasil ciptaan Cheon Eun disini. Kau
tidak tahu betapa stressnya aku karena masalah ini?”. Jawab serta tanya Minri.
Jawaban Manager Goo
membuat Him Jung serasa dihempas ke bumi dari ketinggian yang teramat sangat.
Dia kehilangan semangatnya, merasa ditipu mentah-mentah oleh bossnya. Dia
berjalan dengan lambat. Sangat kontras dengan caranya datang ke kantor itu. Dia
kembali ke kafe untuk mengambil ponselnya yang ia tinggalkan, sekaligus meminta
penjelasan atas kebohongan Presdirnya, tentunya jika Presdir Uhm belum
meninggalkan tempat itu. Dan benar saja, dua makhlu itu –Presdir dan Nara-
masih berada disana. Dengan raut wajah tenang atau dibuat tenang, setenang
mungkin.
“Presdir, apa benar Nona Nam Cheon Eun mengirimkan lagu untuk Him
Jung?”. Tanya Nara penasaran.
Belum sempat
pertanyaan Nara dijawab oleh Presdir, Him Jung sudah datang menghampiri mereka
dengan aura yang kurang menyenangkan.
“A,,, Oppa kau kembali??”. Sambut Nara dengan semangatnya tanpa
mengimbangi raut wajah Him Jung yang benar-benar jauh dari kata semangat.
Entah ini yang
keberapa kalinya, tetapi Him Jung tetap tidak menggubris ucapan Nara, meski
satu hurufpun. Dia tetap mengacuhkan Yeoja berambut pendek itu.
“Kenapa kau ini? Kau sengaja mempermainkanku?”. Serangnya begitu sampai
didekat mereka berdua.
Presdir hanya menoleh kearah Him Jung sebentar, kemudian kembali fokus
meneguk kopinya yang sudah benar-benar dingin.
“Uhm Tae Gun, jawab aku. Apa maksud mu mengatakan hal bohong tadi?”.
Tanya Him Jung berapi-api.
“Kenapa kau menyalahkan aku? Memang tadi aku bilang apa? Apa aku
mengatakan lagu itu dikirim Cheon Eun? Sampai-sampai kau segera ke kantor dan
mencari filenya?”. Tantang Presdir.
“Apa maksudmu?”. Emosi Him Jung masih meluap.
“Aku tidak bilangkan kalau lagu itu dikirim Cheon Eun?”. Presdir
berucap dengan suara yang tenang.
Him Jung hanya terdiam mendengar ucapan Presdir,
begitu juga dengan Nara. Him Jung yang biasa cepat mengerti saja mendadak
dibuat lamban apalagi Nara yang memang sedikit ‘lola’.
“Kau selalu saja mengandalkan emosimu, tanpa berpikir lagi. Him Jung
berusahalah bersikap dewasa, kau bukan lagi anak 13 tahun yang berdiri di
belakang Minri dan Aku, tiap kali seseorang mengganggumu. Kendalikan
tempramentmu itu. Aku akui, sedikit banyak hal tadi itu juga kesalahan ku.
Dengan kondisimu saat ini, tidak seharusnya aku mengatakan hal-hal penuh
harapan seperti itu. Tapi dari sana aku bisa melihat, kau belum bisa menguasai
dirimu sendiri”. Ucap Presdir pelan namun dengan efek penegasan disetiap
kalimatnya.
Him Jung diam sejenak,
dia seperti mengiyakan semua yang dikatakan Presdir Uhm dalam hatinya. Kemudian
dia mendudukan dirinya yang sejak tadi terus berdiri, mencoba menenangkan
pikirannya. Sementara Nara, dengan mulut terkatup, terus memperhatikan fenomena
dihadapannya. Entah kenapa dia tidak beranjak saja dari tempat yang mencekam
itu. Saat Him Jung terlihat lebih tenang, Presdir Uhm melanjutkan ucapannya.
“Him Jung, mengenai lagu itu....”. Presdir menggantungkan ucapannya,
menunggu respon yang mungkin akan diberkan oleh Namja berambut caramel itu.
Benar saja, Him Jung segera menatap Presdir begitu Presdir menyinggung
soal lagu itu.
“Aku memang memilikinya”. Sambung Presdir.
Kali ini Nara ikut kaget bersama Him Jung. Tetapi dia sadar posisi dan
memilih untuk terus menjadi pendengar.
“Seonsaengnim”. Panggilan Him Jung yang sopan sudah kembali, dan
membuat Presdir bersorak dalam hati.
“Ya, aku memilki lagu itu, dan......”. Presdir mengerem ucapannya atau
lebih tepatnya direm oleh ucapan Him Jung.
“Jangan berdusta lagi Presdir, kau bilang dia tidak mengirimkannya”.
“Memang tidak dikirim. Tapi diberikan langsung padaku. Saat aku mengunjunginya
di Australi setahun yang lalu”. Aku Presdir.
“Kau bergurau lagi?”. Him Jung masih sulit untuk percaya.
“Kalau kau tidak percaya, ikut aku keruanganku”. Ajak Presdir.
Kemudian Presdir
berdiri dan melambaikan uang pada pelayan disana, menandakan dia sudah selesai
dan ingin membayar. Setelah itu Presdir pergi disusul Nara.
“Apa-apaan ini? Apa yang dilakukan tikus kecil itu?”. Protes Him Jung
dan kemudian memilih menyusul Presdir.
.
.
.
Him Jung, Nara dan Presdir sudah berada diruangan bernuansa outih milik
Presdir mereka yang tampan.
“Hei, tikus kecil, kenapa kau selalu mengikuti kami?”. Tanya Him Jung
sedikit ketus.
Tapi sepertinya kali
ini Nara tidak ingin diremehkan lagi.
“Aku tidak mengikutimu”. Jawab Nara.
“Apa?”.
“Aku mengikuti Presdir Uhm”. Lanjut Nara.
“Kau siapa? Istrinya? Pacarnya?”. Him Jung semakin meninggikan
suaranya. Tetapi kemudian Presdir menengahi perdebatan itu.
“Dia adik temanku, Namin, kau juga mengenalnya kan? Dia cukup dekat
dengan Minri”. Ucap Presdir.
“Apa?”. Him Jung sedikit terkejut mengetahui, yeoja aneh –menurutnya-
ini adalah adik dari senior yang cukup dia kagumi.
“Hei, ayolah”. Presdir menepuk undak Him Jung dan itu membuat Him Jung
terdiam, mereka seolah melupakan kejadian beberapa menit yang lalu.
“Ini harta karun yang ditinggalkan Cheon Eun”. Presdir menyerahkan
sebuah skrip lagu pada Him Jung.
Him Jung menrima dan membaca Skrip itu.. saat Nara ingin ikut melihat,
Him Jung menjauhkan keras itu dari pandangan Nara, sontak Nara menyipitkan
matanya dn mencibir.
“Ini lagu yang ditulisnya dulu”. Him Jung tersenyum, sudah lama sekali
senyum tulus itu absen dari wajah tampannya.
/Flashback On/
Seorang yeoja manis sedang mengarang
sebuah lagu di meja kerjanya, sedangkan seorang namja yang tidak kalah manis
sedang berbaring di sofa di ruang kerja itu sambil mendengarkan musik,
memejamkan mata, dan mengikuti lirik-lirik dari lagu itu –kelihatanya seperti
itu-. Beberapa saat kemudian, yeoja itu tertawa dan sukses membuat sang namja
bingung. Apakah tawa yeoja ini terlalu keras atau namja itu yang tidak terlalu
mendengarkan mp3 nya, sampai-sampai dia terkejut saat yeoja itu tertawa.
“Hei, Wae
guraeo? Kau seperti kerasukan saja”. Tanyanya pada yeoja itu.
“Oppa, kau
bisa mendengar suaraku meski telingamu terpasang headphone?”. Tanya yeoja itu
mengabaikan pertanyaan si namja.
Namja itu bejalan mendekati si
yeoja, dia memasangkan headphonenya ditelinga yeoja mungil itu.
“Mwo? Tidak
ada suaranya?”. Yeoja itu mengernyitkan dahinya.
“Aku lebih
suka mendengar suaraku sendiri, dari pada suara orang lain”. Jawab namja itu.
“Kau terlalu
percaya diri Tuan”. Si Yeoja hanya memeletkan lidahnya saat mendengar jawaban
Si Namja.
“Begitu lebih
baik”. Jawab Si Namja santai.
Kini dia sudah duduk berhadapan
dengan Si Yeoja dengan dagu bertumpu diatas meja dan matanya menatap yeoja itu
lekat-lekat.
“Apa yang kau
tertawakan tadi?”. Tanyanya penasaran.
“Tidak ada”.
Jawab yeoja itu sambil terus menulis.
“Ya, Nam
Cheon Eun~ssi, kau beranimain rahasia-rahasiaan dengan ku ne?”.
“Odie? Tidak
ada rahasia Goo Him Jung~ssi”. Balas Cheon Eun sambil menempelkan kedua telapak
tangannya di wajah Him Jung.
Him Jung mengambil kertas yang
sedang ditulis Cheon Eun.
“Hei,
kembalikan, itu tidak sopan”.
Him Jung menjauhkan kertas itu saat
Cheon Eun mencoba menggapainya. Cheon Eun terlalu pendek untuk merebut kertas
itu dari tangan Him Jung yang tingginya jauh diatas Cheon Eun. Akhirnya dia
merelakan kertas itu dibaca oleh Him Jung.
“Oh,,, lirik
yang indah. Ini duetkan? Apa kita akan berduet?”. Tanya Him Jung antusias.
“Tidak
mungkin, aku tidak bisa bernyanyi”.
“Hei, siapa
yang bilang kau tidak bisa bernyanyi, kalau boleh jujur bahkan suaramu dua
tingkat diatasku”. Puji Him Jung.
“Hei, Goo Him
Jung, aku tidak ingin menjadi sainganmu ataupun partner duetmu, cukup aku
menjadi songwritermu saja, itu sudah membuatku bahagia. Karena aku tidak ingin
membagi kasih sayangku padamu untuk fansku nantinya”.
Him Jung tersenyum mendengar jawaban Cheon Eun, bangga sekali dia
memiliki Kekasih seperti Cheon Eun.
“Boleh aku minta
sesuatu?”. Tanya Him Jung.
“Mworago?”.
“Untuk lagu
yang kau tulis ini, aku minta, berduetlah denganku, hanya lagu ini, aku mohon”.
Pinta Him Jung.
“Baiklah,
tapi tidak sekarang, aku belum siap”. Jawab Cheon Eun.
Baik, kita
cari moment yang pas untuk kita nyanyikan lagu ini bersama”. Usul Him Jung.
“Setuju. Lagi
pula lagunya juga belum selesai”.
“hm... kalau
begitu selesaikanlah”.
Mereka
berduapun tersenyum.
/Flashback
Off/
Kertas itu direbut Nara dari tangan Him Jung dan segera dibacanya.
“Ha, liriknya indah sekali. Apa ini untuk duet kami?”. Tanya Nara asal.
“Hei......”. Him Jung bermaksud inginmemprotes, tapi segera dipotong
oleh Presdir.
“Ya, itu rencanaku”. Jawab Presdir.
“Tae Gun, harus berapa kali aku katakan? Aku tidak akan, tidak ingin dan
tidak mau berduet dengan siapapun kecuali Cheon Eun. Apalagi untuk lagu ini.
Ini lagu kami berdua, hanya kami berdua yang boleh menanyikannya”. Terang Him
Jung melupakan tata kramanya lagi.
“Pertama, bersikaplah lebih formal karena ini kantor. Kedua, apa kau
punya lagu untuk kau nyanyikan? Ini satu-satunya lagu yang tersisa”. Jelas
Presdir.
“Kalau begitu, biarkan saja aku vakum dulu, sampai Cheon Eun kembali”.
Tawar Him Jung.
“Vakum?? Heh... heh... Him Jung ternyata kau belum dewasa juga”. Ucap
Presdir.
“Berhentilah mengukur kedewasanku, karena kau bukan ayahku, bahkan
Minri tidak pernah aku izinkan melakukan itu”. Him Jung kembali meninggikan
suaranya.
“Oppa. Kenapa kau tidak mau berduet dengan ku?”. Tanya Nara dengan
wajah pabbonya.
Him Jung tampak sangat malas untuk menjawabnya, dia kemudian
berdiri untuk mengambil kertas lagu di tangan Nara, tetapi dengan cepat Nara
berdiri dan menjauhkannya dari jangkauan Him Jung. Him Jung kesal, sementara
Presdir memilih untuk diam dan memperhatikan mereka. Beberapa saat Nara dan Him
Jung berebut kertas itu, sampai kertas itu terlepas dan ditangkap oleh tangan
yang tiba-tiba muncul dari balik dinding yang menutupi pintu masuk ruangan
presdir. Begitu orang itu memperlihatkan wajahnya, ketiga orang diruangan itu
terperanjat.
.
.
.
TBC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar