Kamis, 14 Juni 2012

Kartini di 2012

haiiii.... haha.... blog ini sudah saya tinggalkan beberapa tahun. rasanya kangen sangat,,, hehe... tapi aku rada bingung mau share apa disini. aha... aku share cerpen aku aja deh kalo gitu. gak bagus-bagus banget sih... tapi ya,,, cukuplah buat bacaan dikala senggang,,, hehe... okeh.... enjoy it guys!!!

KARTINI DI 2012

 Hari masih terlalu pagi, udarapun masih sangat dingin. Kesunyian masih menyelimuti setiap sudut Universitas Ganesha. Setidaknya sampai seorang mahasiswa menempelkan sesuatu di Mading Kampus. Barulah mulai tampak sebuah kehidupan disana. 
“Kartini’s Day?”. 
“Lomba design?”. 
 “Fashion Show?”.
 “Wah, kegiatannya banyak sekali”.
 Kurang lebih itulah yang keluar dari mulut mereka yang melihat artikel itu. Seketika, tempat itu berubah menjadi seperti tempat berkumpulnya sekawanan lebah. Tetapi dari itu semua, hanya satu yang benar-benar menarik perhatian ku. Seorang gadis. Ya, seorang gadis yang satu kelas dengan ku, yang selalu ku perhatikan sejak pertama kali aku melihatnya. Bisa ku lihat wajah sedihnya, ketika sekelompok orang yang berkerumun bak lebah hutan tadi, serentak pergi begitu dia sampai didekat mereka , tepatnya di depan mading. Jahat sekali memang. Tapi seperti sebuah tradisi, gadis itu seolah sudah terbiasa dan hanya berusaha untuk tetap bersikap tegar. Ditelusurinya Mading itu dengan jari-jari kecilnya. Dia terlihat begitu lucu dengan mulut yang bergerak-gerak seiring dengan tulisan yang dibacanya. Dan, seperti biasa dia akan mencatat hal-hal yang menurutnya pentingdi buku catatan biru mudanyaMenarik sekali,dan aku menyukainya.Aku selalu ingin mendekatinya,menunjukkan padanya bahwa tidak semua orang menolak keberadaannya.Tapi aku takut,aku takut keinginanku ini disalah artikan olehnya.Aku takut dia tersinggung.itulah sebabanya,sampai saat ini aku hanya bisa menjadi pengagum rahasianya.Kini dia mulai beranjak dari tempat itu,aku mencoba mengikutinya,dan ternyata tempat yang ditujunya adalah ruangan panitia.kulihatdia masuk keruangan itu dengan wajah gembira.Tapi beberapa menit kemudian,begitu dia keluar,wajah nya berubah 100%. Meskipun kami berada dalam jarak yang tidak bisa dibilang dekat, tapi aku masih bisa melihat ada bulir bening di kedua sudut matanya dengan segera dia meninggalkan tempat itu. Dan aku, tetap mengikutinya dari belakang. Kali ini, kami berhenti di Taman belakang kampus yang memiliki cukup banyak pepohonan rindang. Di Tempat inilah biasanya dia menghilangkan kesedihannya tiap kali dia merasa dijauhi oleh orang-orang di Kampus ini. Aku tidak sanggup lagi jika hanya berdiri disini dan menatapnya yang menangis disana. Perlahan aku paksakan kakiku untuk melangkah mendekatinya. Perlahan sekali. Aku takut jika dia terkejut dengan kehadiranku, dia akan berpura-pura tegar seperti biasanya. Aku ingin melihat dirinya yang sebenarnya. 
“Hai”. Sapaku seraya menepuk pelan pundaknya yang bergetar karena menangis. 
Buru-buru ia menyeka air matanya. Dan mengangguk untuk menjawab pertanyaan ku.
 “Butuh teman untuk cerita?”. Aku beranikan diri untuk bertanya padanya.
 Dia segera menoleh kearahku. Tatapannya begitu tajam dan dingin. 
“K-kau ma-u men-de-ngar-kan ce-ri-ta-ku?”. Tanyanya diiringi dengan bahasa tubuhnya. Inilah salah satu kekurangannya, dia kesulitan berbicara.
 “Tentu”. Jawabku sambil tersenyum. Dan dia membalas senyumanku, dengan senyuman yang benar-benar indah menurutku. 
Kamipun mendudukan diri di kursi bawah pohon itu.
 “Apa yang terjadi?”. Tanya ku saat ku rasa waktu untuk bertanya sudah tepat. 
“Se-be-las ha-ri la-gi ha-ri kar-ti-ni”. Jawabnya yang terdengar begitu kesulitan untuk menyebut setiap katanya.
 “Aku tahu”. Jawabku singkat sambil tetap tersenyum. 
“A-da ke-gi-a-tan men-je-lang i-tu k-kan?”. Tanyanya.
 “Iya. Maaf bukan maksudku untuk tidak sopan. Tapi jika kau tidak keberatan, bisakah ditulis saja apa yang ingin kau ucapkan. Karena kelihatannya kau sedikit kesulitan”. Usulku begitu hati-hati, takut menyinggung perasaannya. 
Tadinya aku pikir dia akan marah bahkan menamparku. Tapi ternyata tidak. Dia mengeluarkan buku biru mudanya. Menuliskan sesuatu pada salah satu halamannya, setelah itu diberikan padaku. Ku baca hati-hati tulisan yang hanya beberapa kata itu.
 “Tadi aku ingin mendaftar untuk salah satu kegiatan”. Setelah kata terakhir yang kubaca, aku menoleh kearahnya, meminta persetujuan bahwa apa yang ku baca ini memang benar. Dan dia hanya mengangguk lemah sebagai jawaban atas pertanyaanku. 
“Lalu?”. Tanyaku lagi. 
Dia menulis jawabannya lagi, dan menyerahkannya padaku. 
“Aku selalu ditolak. Awalnya aku mendaftar untuk lomba baca puisi, mereka bilang bagaimana mungkin? Dalam pembacaan puisi, membutuhkan pelafalan yang jelas dan indah”. Aku tertegun membacanya.
 Lalu dia menyerahkan kertas selanjutnya dan mulai kubaca. 
“Lalu aku mencoba untuk lomba pementasan drama. Lagi-lagi mereka menolakku karena aku tidak bisa bicara. Padahal aku tahu, ada satu karakter yang digambarkan tidak bisa bicara dalam drama itu. Kenapa mereka tidak mau memberikan kesempatan untukku?”. Aku kembali tertegun membaca ceritanya yang kedua. 
“I-ni”. Dia menyerahkan kertas berikutnya.
 “Aku berpikir, mungkin aku bisa ikut fashion show. Tapi mereka bilang, mereka membutuhkan model yang bisa berdiri tegap. Lagi-lagi aku ditolak”. 
Dan lagi-lagi aku tertegun, semua yang diajukannya ditolak, karena kekurangan fisiknya. Bahkan hanya untuk sekedar mengaudisinyapun mereka tidak mau, keterlaluan. 
“Untuk terakhir kalinya, aku mendaftar untuk ikut dalam lomba design kebaya kartini. Kau tau apa yang mereka katakana? Yang akan ikut serta dalam perlombaan ini sudah dipilih dari kelas design. Karena berbeda dengan perlombaan yang lain, nantinya, hasil rancangannya akan diikut sertakan pada tingkat Internasional. Apa salahnya dicoba dulu. Meskipun aku bukan anak dari kelas design, belum tentu rancangan ku buruk kan?”. Itulah kertas terakhir yang kubaca, sebelum tangisnya pecah.
 “Hiks… hiks…”.
 Hatiku terasa tertohok mendengar suara tangisnya. Pelan aku tepuk pundaknya, mencoba menenangkannya. “A-ku t-tau a-ku ti-dak bi-sa bi-ca-ra de-ng-ngan lan-car, ti-dak bi-sa ber-ja-lan nor-mal, tta-pi ke-na-pa un-tuk ke-gi-a-tan ya-ng ti-dak me-mer-lu-kan su-a-ra a-tau ber-ja-lan sem-pur-na a-ku ju-ga di-to-lak?”. Tanyanya disela isakannya. 
Aku tidak tau harus menjawab apa. Aku sendiri juga merasa kesal. Hanya karena kekurangan yang dimilikinya, dia selalu ditolak dimanapun. Jika akan jadinya seperti ini, kenapa dulu dia diterima di universitas ini. Sepertinya istilah, uang bisa membeli segalanya tidak berlaku pada dirinya. Meski berasal dari keluarga kaya raya pun tidak bisa membuat orang-orang dikampus ini sedikit saja menghargainya. Perlahan tanpa kusadari, aku juga menitikkan air mata. Dia tidak pantas mendapat perlakuan seperti ini. Dia juga mahasiswi di univeritas Ganesha, dia juga ikut menyumbang untuk acara ini. Tidak ada hak bagi mereka untuk menolaknya.
 “Maira”. Ku panggil namanya pelan-pelan. Dengan air mata yang masih mengalir, dia menoleh ke arahku. 
“Buatlah design kebayamu”. Ucapku saat kulihat dia tak berniat untuk menjawab panggilku. 
Dia mengangkat tangannya, menggerak-gerakannya seolah dia sedang berkata 
“apa maksudmu ?”.
 “Mereka tidak punya hak untuk menolakmu. Apapun alasan mereka, seharusnya mereka menerimamu, atau paling tidak mengaudisimu. Jadi sekarang, buatlah kebaya rancanganmu.jangan khawatir,aku yang akan memasukkannya kedalam lomba.”terangku dengan penuh keyakinan padanya. Aku bisa lihat dia menatapku tidak percaya.
 “ya, aku janji”. Hanya itu kata yang keluar dari mulutku..
 Akhirnya dia menyetujui ideku. Aku bisa melihat raut wajah bahagianya ketika dia meninggalkan kampus ini dengan mobil dan sopirnya. Senang sekali rasanya jika bisa melihatnya tersenyum.

 ***

 Hari ini, terhitung satu minggu sejak hari itu, aku tidak melihatnya. Kami memang berada dikelas yang sama, tetapi belakangan ini dia absen dari jadwal kuliah. Aku jadi khawatir, apa teradi sesuatu dengannya? Apa dia ingin focus pada kebaya rancangannya? Tapi biasanya, sepenting apapun hal itu, dia pasti akan mendahulukan kuliahnya. Pengumuman hasil karya akan dilakukan besok. Aku sudah meminta tolong pada salah satu panitia untuk menerima hasil karya Khumairah. Meskipun dengan sedikitt berdebat, akhirnya dia menyetujui permintaan ku. Dan aku harap semua berjalan dengan lancar. Sejak pagi tadi, para mahasiswa yang karyanya akan dikumpul besok tampak sibuk menyelesaikan pekerjaan mereka. Tapi, kemanapun aku mencari Maira, gadis itu tetap tidak ku temukan. Tiba-tiba ponselku bordering dan tertera nama “KHUMAIRAH” pada layarku. Sebagai Kosma, ini pertama kalinya aku dihubungi oleh Maira.

 *** 

Hari ini adalah hari pengumuman setelah tiga hari yang lalu, seluruh karya yang dilombakan diserahkan pada panitia. Acara pengumuman ini memang termasuk dalam bagian acara peringatan hari kartini. Sebentar lagi saatnya tiba. Saat yang paling mendebarkan. Ketua panitia mulai mengambil alih acara, dan mengumumkan pemenangnya. 
“Assalamualaikum Wr. Wb”. 
Salamnya pada seluruh hadirin. Selagi sang ketua panitia memberikan kata sambutan, aku sibuk dengan perasaanku sendiri. Entah mengapa semakin lama, hatiku menjadi semakin tak tenang. Apalagi ketika mulai menyebutkan nama-nama pemenangnya.
 “Dan untuk perlombaan yang terakhir yaitu lomba design kebaya kartini 2012, ada sedikit perbedaan dengan lomba lainnnya. Karena juara pertama dalam lomba ini, akan melanjutkan lombanya ketingkat Internasional di Australia”. Bisa kudengar suara tepuk tangan semua orang di ruangan ini. Semakin dekat dengan penentuan. Apa mungkin karya Maira berhasil menang? 
“Juara ketiga, jatuh kepada Tasya Danisva dari kelas design A, semester III”. 
Ketua panitia mulai menyebutkan satu-persatu pemenangnya.
 “Juara kedua, jatuh kepada Marisa Hapriyana dari kelas design A, semester I”.
 Riuh rendah ku dengar suara tepuk tanngan yang semakin membuatku tak tenang.
 “Dan juara pertama kita adalah.........”. Kata-kata ketua panitia terhenti.
 Seperti ada sesuatu yang salah. 
“Hem, sepertinya ada yang sedikit berbeda. Karena ternyata juara kita adalah seorang pria”. 
‘Deg’
 Seketika harapanku untuk kemenangan Maira pupus. 
“Alfa Mahendra dari kelas Photography semester III”.
 Kalimat lanjutan dari ketua panitia tadi, benar-benar berhasil membuat kub terkejut. Ternyata ini penyebab tidak tenangnya perasaanku sejak tadi. Bagaimana bisa namaku muncul disana? Sejenak, waktu seolah berhenti dan kembali ke masa 4 hari yang lalu. 

Tiba-tiba ponselku berdering, tertera nama “KHUMAIRAH” pada layarku. Sebagai kosma, ini pertama kalinya aku dihubungi Maira. 
“Hallo”. Sebuah suara menyapaku diseberang sana, tapi itu bukan suara Maira.
 “Hallo”. Jawabku. 
“Benar ini nak Alfa? Teman nona Maira?”. Tanya orang itu. 
“Iya benar, ada apa dengan Maira?”. Tanyaku mulai khawatir. 
“Bisa nak Alfa datang kemari? Ada masalah besar”. Jawabnya. 
“Baik aku akan segera kesana”. Jawabku buru-buru.
 Begitu sambungan telepon kami terputus, aku segera melajukan mobilku menuju kediaman Maira. Tiba disana, mataku disugukan dengan pemandangan yang mengagetkanku. Banyak sekali karangan bunga. Dan salah satu yang sempat kubaca bertuliskan “Turut Berduka Cita Atas Meninggalnya Putri dari Direktur Cyan Group Khumairah Alatas”. Darahku berdesir begitu hebat. Ku percepat langkahku masuk kedalam rumah itu. Tapi tidak ada jenazah siapapun disana. 
“Nak Alfa”. 
Tegur seseorang dari arah belakangku. Aku segera menoleh dan mengangguk. “Ikut saya”. Ajak wanita paruh baya itu. Kami berjalan menuju sebuah ruangan, atau lebih tepatnya sebuah kamar. Rumah ini cukup ramai didatangi para pelayat, tapi seperti yang kukatakan tadi, tidak ada jenazah siapapun disana. 
“Nona Maira meninggal tadi malam, karena leukemianyayang sudah stadium akhir”. Ucap wanita itu. Aku terdiam, berharap apa yang kudengar ini hanya kesalahan telingaku.
 “Jenazah nona Maira sudah dibawa ke Jepara untuk dimakamkan disana. Sebelum nona Maira pergi, dia menitipkan sesuatu untuk nak Alfa”.
 Lanjut wanita itu seraya menyerahkan sebuah bungkusan. Bungkusan itu adalah kebaya rancangan Maira, dan aku ingat ada dua lembar surat dalam bungkusan itu. Yang satu sudah kubaca dan isinya menjelaskan keadaan Maira selama ini dan permintaannya untuk menyerahkan hasil karyanya pada panitia. Sedangkan surat kedua, belum kubaca karena memang permintaannya untuk membacanya saat pengumuman. Setelah teringat itu semua, aku segera merogoh saku jasku. Ini dia suratnya. 15 menit lagi aku akan memberi kata sambutan sebagai juara pertama lomba yang tidak pernah aku ikuti. Sebelum itu, aku putuskan untuk membaca surat darinya.

 “Alfa, maafkan aku yang lagi-lagi harus menyusahkanmu. Ini surat terakhir dariku, bisa kupastikan itu. Sebelumnya aku ingin minta maaf karena menggunakan namanu untuk mengikuti lomba itu tanpa seizinmu. Aku hanya tidak ingin mereka mengabaikan karyaku hanya karena itu hasil rancangan dari seorang gadis cacat sepertiku. Alfa, jadi nanti kau jangan terkejut ya, jika karyaku menang tapi namamu yang disebut. Alfa, jika kebaya rancanganku ini berhasil menang, aku akan sangat berterimakasih padamu. Terimakasih untuk dukunganmu. Kau satu-satunya orang yang mau berteman denganku. Terimakasih."

 Ttd Khumairah. A

 ‘Tes’ Air mataku menetes satu persatu. Jujur, hingga saat ini aku masih belum percaya bahwa Maira sudah pergi.

 “Alfa Mahendra, Alfa Mahendra”. 
Aku tersentak begitu namaku dipanggil sampai dua kali oleh MC. 
“Silakan komentar kemenangannya”. Lanjut MC itu. 
Akhirnya aku putuskan untuk maju. Apa yang akan aku katakan, nanti akan aku pikirkan . surat Maira masih dalam genggaman ku. Menjadi remuk seiring dengan remasan tanganku yang semakin kuat karena kegusaran hatiku. 
“Assalamualaikum Wr. Wb”. 
Sebentar aku menghentikan ucapanku. Aku ingat hingga hari ini belum ada yang tau kalau Maira sudah meninggal selain aku. Bahkan untuk hal seperti ini, kenapa dia juga tidak ingin memberitahu lebih cepat.
 “Pertama-tama saya ingin mengakui sesuatu. Ada kesalah pahaman disini. Sebenarnya designer kebaya ini bukan saya, tetapi orang lain yang tampa sepengetahuan saya menggunakan nama saya untuk mendaftarkan karyanya, dan itu bukan tanpa alasan”. 
Bisa kudengar komentar orang-orang diruangan ini usai mendengar pengakuanku. Bermacam-macam komentar yang mereka berikan.
 “Orang itu benar-benar luar biasa. Seperti Kartini, dia punya semangat yang sangat tinggi, kerja keras, dan sikap pantang menyerah. Perlu kalian tahu, kebaya ini rancangan dari seorang gadis yang selama ini kalian remehkan. Seorang gadis yang selalu kalian sisihkan. Seorang gadis yang ada, tapi kalian anggap tidak ada. Hanya karena keterbatasan fisiknya, kalian tidak memperlakukannya seperti manusia. Kebaya ini, adalah rancangan dari KHUMAIRAH ALATAS”. 
Ruangan itu kembali dipenuhi suara-suara dengan nada terkejut dan tidak percaya.
 “Dan itulah sebabnya, dia menggunakan nama saya dalam karyanya. Kemenangan ini adalah miliknya. Dan akan jadi kado terindah untuknya di Surga”.
 Sekali lagi aku berhasil membuat mereka terkejut. Bisa kudengar nada-nada penyesalan dari mereka. Bagaimana mungkin hingga kabar meninggalnyapun mereka tidak tahu. 
“Untuk yang terakhir, aku hanya ingin menyampaikan pada kalian semua bahwa Maira sangat menyayangi kita. Karena itulah dia selalu menyembunyikan keadaannya agar tidak membuat kita khawatir. Wassalamualaikum Wr. Wb”. 
Aku mengakhiri kata-kataku dengan uraian air mata. Biarlah kali ini aku dianggap pria paling cengeng, aku tidak peduli. Justru aku akan mempertanyakan hati nurani mereka jika mereka tidak menitikan air mata barang setetepun. Aku tidak ingin lebih lama lagi berada di tempat ini. Ku putuskan untuk pergi, menuju tempat biasa yang sering dikunjungi Maira. Bawah pohon. Apa yang terjadi selanjutnya di ruangan itu aku tidak tahu. Hanya kelihatan sepi. Jika boleh ku tebak, mungkin mereka sekarang sedang melakukan perenungab masal. Aku harap tebakanku benar. Begitu langkah kakiku sampai di tempat tujuanku, aku terdiam sejenak. Tempat ini jadi terasa asing untukku. Biasanya begitu aku sampai disini, pasti sudah ada gadis itu. Entah sedang menangis, atau menulis, atau apapun yang sedang dilakukannya. Aku beranjak duduk di salah satu bangku dan menengadahkan kepalaku keatas, menatap wajah langit yang terlihat murung. Mungkin ia juga merasakan apa yang aku rasakan.
 “Maira, masih adakah wanita sepertimu di dunia ini? Yang bisa hidup dengan semangat tinggi, pantang menyerah dan selalu bersikap baik pada semua orang seberapapun orang itu menyakitimu. Maira, semoga disana hidupmu jauh lebih baik. Selamat Hari Kartini Maira, kaulah Kartini kami”. Ucapku lirih disela tiupan angin.



 maaf untuk ketidaksempurnaan tulisan ini ya,,, aku newbie soalnya,,, hehe,,,, bersedia buat komen??? gamsamida!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar